kapal nelayan itu memang tidak dilengkapi peralatan komunikasi yang memadai
Denpasar (ANTARA) -
Kantor Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) menyebutkan KM Linggar Petak 89 yang tenggelam di Samudera Hindia, Selasa (28/2), tidak dilengkapi dengan fasilitas pelayaran seperti GPS dan alat komunikasi radio marine, sehingga menyulitkan proses pencarian korban.
 
Hal itu diungkapkan Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Bali Gede Darmada di Pelabuhan Benoa, Bali, Kamis saat menjemput enam orang korban yang telah dievakuasi dengan KN SAR Arjuna 229 pada hari ketiga operasi pencarian.
 
"Kami terkendala komunikasi karena kapal nelayan itu memang tidak dilengkapi peralatan komunikasi yang memadai seperti misalnya alat komunikasi radio marine, kemudian tidak ada gps-nya, tidak ada AIS-nya sehingga kami kesulitan melacak kapal ini," kata Darmada.
 
Padahal menurut Darmada, setiap kapal wajib hukumnya untuk memiliki peralatan pelayaran seperti Marine VHF Radio yang fungsinya sebagai alerting system atau sistem peringatan untuk mengirim tanda ke kapal lain atau tim SAR secara jelas dan bersifat darurat, AIS (Automatic Identification System/Sistem Identifikasi Otomatis) dan juga Global Positioning System (GPS).
 
Namun, terkait dengan informasi mengenai ada tidaknya peralatan pelayaran tersebut sampai saat ini belum terkonfirmasi dengan perusahaan jasa pemilik kapal. Tetapi yang pasti, Tim SAR gabungan yang telah tiga hari melakukan pencarian terkendala karena tidak mendeteksi adanya sinyal dari kapal tersebut.
 
"Kami agak kesulitan melacak posisinya di mana kalau kapal yang mengikuti peraturan ya tentunya bisa kita deteksi kalau memang dilengkapi GPS tracking ataupun AIS," kata Darmada.

Baca juga: Basarnas cari 10 penumpang KM Linggar Petak 89 di Samudera Hindia
 
Hingga kini, pencarian KM Linggar Petak 89 yang dihantam badai gelombang di Selatan Bali kurang lebih berjarak 30-35 Nautical mile masih tetap dilakukan dengan mengerahkan tiga buah Kapal yakni KM Bahari Nusantara, KM Bahari Nusantara 25 dan KN SAR Arjuna 229.
 
Hanya saja, kata Darmada, KN SAR Arjuna 229 terpaksa harus kembali ke Pelabuhan Benoa, Bali, Kamis sore mengingat kondisi salah satu korban yang ditemukan hari ini sangat membutuhkan perawatan intensif, sementara dua kapal lainnya masih melakukan pencarian.
 
"Kami terpaksa harus sandar sore hari ini dengan memindahkan korban yang berada di kapal itu untuk secepatnya memberikan bantuan medis karena satu orang kondisinya tadi sangat betul-betul kritis," kata Darmada.
 
Selain itu menurut Darmada, pencarian pada malam hari tidak efektif karena terkendala cuaca yang ekstrem.

Baca juga: Tim SAR temukan satu dari 10 korban tenggelamnya KM Linggar Petak 89
Baca juga: Kapal motor tanpa nama tenggelam di perairan Labuan Bajo NTT
 
Kemungkinan besar, kata Darmada, para korban yang belum ditemukan terpencar karena menurut pengakuan kapten kapal, 15 orang yang ada di kapal masing keluar dari kapal hanya berpegangan pada bola-bola jaring tanpa menggunakan pelampung.
 
"Informasi dari Kapten yang selamat bahwa yang meninggalkan kapal itu hampir semuanya tidak menggunakan alat keselamatan," kata Darmada.
 
Menurut Darmada, pencarian akan dilanjutkan pada Jumat 3 Maret sambil mempertimbangkan perkiraan cuaca dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

Pencarian pun akan diperluas sampai 5-100 Neutical mile (mil laut) dengan melibatkan unsur SAR dari Surabaya untuk membantu melakukan pemantauan dan pemapelan kapal-kapal yang melintasi seputaran Perairan Grojokan, serta Alas Purwo.
 
Hingga Kamis (2/3), Tim SAR gabungan telah mengevakuasi enam orang korban dari 15 orang penumpang kapal. Dari enam orang yang telah ditemukan, satu dinyatakan meninggal dunia, lima lainnya selamat.

Baca juga: Tim SAR temukan jasad masinis II kapal yang tenggelam di Sungsang

Pewarta: Rolandus Nampu
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2023