Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antarbank Jakarta, Selasa pagi, turun 65 poin menjadi Rp9.340/9.350 per dolar AS dibanding penutupan hari sebelumnya pada posisi Rp9.275/9.325 per dolar AS. "Penurunan rupiah berlanjut hingga mencapai Rp9.340 per dolar AS, karena pelaku khawatir bahwa Bank Sentral AS (The Fed) akan kembali menaikkan suku bunga Federal fund," kata analis valas PT Bank Saudara, Yusuf, di Jakarta. Menurut dia, melambatnya pertumbuhan ekonomi merupakan faktor utama yang mendorong The Fed merencanakan akan kembali menaikkan bunga Fed fund untuk memacu ekonomi agar bisa berjalan lebih cepat. The Fed diperkirakan akan menaikkan suku bunganya menjadi 5,5 persen hingga 6 persen, meski suku bunga tinggi kurang disukai oleh mereka, katanya. Kondisi ini, ia lebih lanjut mengatakan menimbulkan kekhawatiran pelaku pasar yang kembali membeli dolar AS sehingga memicu mata uang lokal itu menguat. Apalagi dolar AS di pasar global menguat terhadap yen dan euro, setelah pelaku pasar mengantisipasi rencana kenaikan suku bunga AS itu, ucapnya. Rupiah, menurut dia, juga mendapat tekanan pasar regional, karena pasar saham Asia mendapat tekanan, akibat melambatnya pertumbuhan ekonomi AS dan defisit perdagangan AS yang makin membengkak. Karena itu, menjelang penutupan pasar sesi pagi rupiah yang turun hingga di level Rp9.300 per dolar AS, kemudian merosot lagi hingga di posisi Rp9.340 per dolar AS sampai penutupan pasar itu, katanya. Kekhawatiran sejumlah negara Asia seperti Korea Selatan misalnya, yang pendapatannya tergantung pada ekspor ke Amerika Serikat dan China akan mengakibatkan ekspornya merosot, apabila pertumbuhan ekonomi AS terus melambat, ujarnya. Dolar AS terhadap yen naik menjadi 111,75 dari sebelumnya 111,55, euro jadi 1,2855 dari sebelumnya 1,2865 dan euro terhadap yen jadi 143,55. Sementara itu, Deputi Senior Gubernur BI Miranda S. Goeltom mengemukakan kenaikan peringkat utang Indonesia oleh Moody`s yang belum berpengaruh signifikan pada pasar, dia mengatakan hal itu sudah menjadi bahan pertimbangan atau "faktor-in" BI. "Kemarin begitu banyak `capital inflow` ke Indonesia karena sudah mempertimbangkan faktor-faktor yang telah dinyatakan Moody`s," katanya. Dia mengatakan BI mengharapkan pasar segera kembali normal karena pada beberapa hari belakangan ini pengaruh pasar global sangat terasa. "Kami harapkan `policy credibility`, baik fiskal maupun moneter bisa dilihat oleh masyarakat keuangan sehingga meskipun sempat turun, pasar akan kembali ke keadaan normal dalam waktu yang tidak terlalu lama," demikian Miranda. (*)

Copyright © ANTARA 2006