Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengatakan bahwa upaya intervensi terpadu yang sedang digencarkan pemerintah, bisa efektif untuk menurunkan angka kemiskinan ekstrem sekaligus menangani stunting.
 

"Kami sudah memberikan kepada daerah melalui Bappeda. Bisa dilihat dari sini bawa masing-masing ada datanya,” kata Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN Bonivasius Prasetya Ichtiarto dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa.
 

Boni menuturkan bahwa data terkait keluarga berisiko stunting, telah dipetakan berdasarkan nama dan tempat tinggal yang sesuai dengan kondisi di lapangan.
 

Jika dirinci, data juga sudah mencakup keterangan terkait jumlah keluarga yang mempunyai anak bayi di bawah dua tahun,  jumlah ibu hamil di suatu wilayah hingga jumlah keluarga berisiko stunting. Termasuk keluarga dengan kemiskinan ekstrem melalui Pendataan Keluarga (PK).
 

Melalui data yang terkumpul itulah, pemerintah bisa menyusun anggaran dari dana desa untuk digunakan dalam program Dapur Sehat Atasi Stunting (Dashat) dan Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS) seperti pemberian ayam dan telur kepada keluarga yang berisiko stunting agar lebih tepat sasaran.

Baca juga: BKKBN: Penanganan stunting dititikberatkan pada upaya pencegahan

Baca juga: BKKBN: Aplikasi Elsimil tidak untuk menghambat calon pengantin menikah

 

Sementara untuk persentasenya, BKKBN menggunakan acuan dari Kementerian Kesehatan melalui data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2022 yang menggambarkan prevalensi stunting di Indonesia.
 

“Misalnya, angka prevalensi stunting di Kalimantan Utara kini turun dari 27,5 persen pada tahun 2021 menjadi 22,1 persen pada tahun 2022. Sedangkan angka kemiskinan ekstremnya diketahui turun dari 0,86 persen di tahun 2021 menjadi 0,63 persen di tahun 2022,” katanya.
 

Gubernur Kalimantan Utara Zainal A. Paliwang mencontohkan khusus di daerahnya, penanganan stunting dan kemiskinan ekstrem terkendala oleh jumlah sumber daya manusia kesehatan yang terbatas di wilayah perbatasan dan pedalaman.
 

Ada beberapa daerah yang hanya bisa diakses dengan pesawat terbang. Sehingga akses transportasi dan komunikasi di daerah perbatasan dan pedalaman terbatas. Persamaan persepsi tentang sumber data stunting yang digunakan dalam penyusunan program dan kegiatan juga belum serentak.
 

“Jadi kita harus perhatikan, karena ada juga masalah soal ketersediaan rumah layak huni, air bersih, dan jamban sehat di wilayah di pedalaman, perbatasan, dan pesisir yang memadai. Termasuk kurangnya keterampilan dan tingkat pendidikan para pencari pekerjaan," katanya.
 

Sebelumnya, Menko PMK Muhadjir Effendy mengatakan jika semua pihak memberantas kemiskinan ekstrem, secara otomatis prevalensi stunting dapat ditekan.
 

Ia menambahkan kedua permasalahan tersebut tidak bisa hanya dititikberatkan pada satu pihak saja. Oleh karenanya, ia meminta setiap kepala desa untuk segera memvalidasi dan melaporkan kepada Kemenko PMK terkait data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) yang merupakan hasil pemutakhiran Basis Data Keluarga Indonesia (Pendataan Keluarga Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional/PK-BKKBN).
 

“Karena dengan data yang akurat, intervensi yang dilakukan akan tepat sasaran dan penanganan stunting serta kemiskinan ekstrim dapat diatasi secepatnya,” ujar Menko PMK.

Baca juga: BKKBN: Prevalensi stunting NTB berkorelasi erat dengan TFR yang tinggi

Baca juga: BKKBN: Turunkan stunting bantu amankan bonus demografi DIY

 

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2023