Banda Aceh (ANTARA) - Pj Wali Kota Langsa, Provinsi Aceh,  Said Mahdum menyatakan Pelabuhan Kuala Langsa akan melayani ekspor dan impor secara rutin dan terjadwal, setelah dilakukan peluncuran ekspor perdana per hari ini.

"Momen ini kita luncurkan kegiatan ekspor yang rutin dan terjadwal yang bisa dimanfaatkan bersama pelaku ekspor dan impor," kata Said di Kota Langsa, Selasa.

Pelabuhan Kuala Langsa akan kembali dilayari kapal kargo ekspor impor komoditas pertanian, perikanan dan perkebunan setelah dilakukan peresmian ekspor perdana Pelabuhan Kuala Langsa kawasan Pelindo II.

Menurut Said, rencana aktivitas pelabuhan ini cukup lama berproses, akhirnya ekspor komoditas pertanian, perkebunan dan perikanan dari Pelabuhan Kuala Langsa dapat terlaksana kembali, dan dipastikan akan berlangsung secara berkelanjutan.

Dijelaskan Said, pelayaran perdana tersebut akan menggunakan dua unit kapal yakni KM Nagata 75 GT milik Muslim dari Banda Aceh dan KM Bowou Farungo 108 GT milik Anto dari Tanjung Balai Asahan, Sumatera Utara tujuan ke Malaysia dan Thailand.

Kedua kapal tersebut termasuk dalam jenis general cargo yang bisa membawa muatan barang campuran, dalam istilah yang populer di kalangan pelaku ekspor impor disebut "kapal sayur".

"Dalam pelayaran kali ini KM Nagata dengan tujuan Lumut Port dan Hutan Melintang, Malaysia. Sedangkan KM Bowou Farungo dengan tujuan Satun Port dan Kantang Port, Thailand," katanya

Kata Said, kegiatan ekspor ke negeri jiran Malaysia dan Thailand tersebut merupakan perwujudan nota kerja sama IMT-GT yang ditandatangani dalam pertempuran tingkat Menteri di Langkawi, Malaysia pada 20 Juni 1993.

"Dalam nota kerja sama tersebut Aceh termasuk sebagai salah satu wilayah prioritas IMT-GT. Dengan demikian kegiatan ekspor impor ini sudah sepantasnya untuk didukung penuh oleh pemerintah pusat agar kesepakatan kerjasama tersebut terealisasi dan memberi manfaat kesejahteraan bagi masyarakat di ketiga negara," ujarnya.

Belajar dari pengalaman yang pernah dialami, agar kegiatan ekspor impor melalui Pelabuhan Kuala Langsa dapat berjalan rutin dan berkelanjutan, kata dia, maka ada beberapa hal yang menjadi catatan.

Pertama, kata Said, adanya pedagang (trader) yang handal menangani aspek jual beli komoditas, atau mengajak para trader dari Tanjung Balai dan Belawan, Sumatera Utara agar mau memperluas usahanya ke Kota Langsa karena mereka yang punya barang dan muatan.

"Selama ini pengumpul di Aceh jual komoditas ke juragan yang ada di Tanjung Balai dan Medan. Jadi mereka lah yang berhadapan dengan pembeli di luar negeri," ujarnya.

Selanjutnya, perlu adanya perwakilan dagang Aceh di negara mitra khususnya Malaysia dan Thailand yang mempromosikan dan memasarkan komoditas Aceh. Membuat kerja sama dengan perkumpulan pedagang Aceh di Malaysia yang jumlahnya mencapai 640 ribu orang dan 25 ribu orang di antaranya adalah pemilik kedai runcit atau kelontong.

Begitu juga di Thailand, kata dia, bisa membuat komitmen kerja sama dengan pedagang muslim. Kemudian, juga perlu adanya regulasi di Aceh yang mengatur tata niaga komoditi Aceh sesuai kewenangan yang diatur undang-undang.

"Selama ini pelabuhan laut dan bandar udara di Aceh belum menjadi pintu keluar utama komoditi Aceh, sebagian besar masih melalui pelabuhan laut dan udara di luar Aceh. Yang tersisa untuk Aceh hanya jalan-jalan yang rusak dikarenakan angkutan sering berlebihan muatan," ujarnya.

Selain itu, pihak perbankan juga diminta untuk lebih berpihak kepada sektor produksi dan perdagangan agar pelaku bisnis tidak kesulitan untuk mengajukan kredit pembiayaan untuk usaha mereka.

"Dinas terkait juga harus mengedukasi petani, petambak dan pekebun agar bisa menghasilkan komoditas yang berkualitas ekspor termasuk penanganan pasca panen pengemasan dan pemasarannya," kata Said.

Pewarta: Khalis Surry
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2023