Daerah yang semula beriklim dingin bisa berubah makin panas, maka perubahan itu berdampak pada produksi dan cita rasa kopi
Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Peneliti yang juga dosen College of Policy Science Ritsumeikan University Jepang Fitrio Ashardiono meminta petani kopi di Indonesia untuk mewaspadai perubahan iklim yang kini sudah dirasakan dampaknya bagi produksi kopi.

"Para pemangku kepentingan terutama petani kopi harus paham dan sadar akan isu global yang mewarnai industri kopi," katanya saat menjadi pemateri dalam kegiatan kuliah tamu di FISIP Universitas Jember (Unej), Jawa Timur, Kamis.

Center for Gastrodiplomacy Studies (CGS) Unej menggelar kuliah tamu bertema "Coffee and Climate Change" dihadiri mahasiswa dan dosen yang mayoritas berasal dari Program Studi Hubungan Internasional yang tertarik mempelajari Gastrodiplomasi.

Kopi menjadi salah satu komoditas ekspor andalan Indonesia yang banyak memberikan kontribusi bagi pendapatan nasional. Industri kopi dari hulu hingga hilir juga menjadi sumber pendapatan bagi banyak warga Indonesia, sehingga kopi sangat penting.

"Indonesia termasuk negara yang mempunyai banyak kopi dengan identitas yang unik. Sebagai contoh, dari pulau Sumatera memiliki berbagai identitas kopi, salah satunya Kopi Mandailing," katanya.

Menurut dia, biji kopi itu memiliki rasa yang lebih bersahaja daripada Java Arabica, nada herbal yang berbeda, dan dengan keasaman rendah, sehingga cita rasa unik itu menjadikan kopi Mandailing disukai oleh penikmat kopi dari berbagai belahan dunia sekaligus memahat identitas unik Indonesia sebagai negara penghasil kopi.

Perubahan iklim mengancam produksi kopi dunia. Suhu bumi yang makin naik dan hujan yang tak menentu berpotensi mengubah kondisi sebuah daerah.

"Daerah yang semula beriklim dingin bisa berubah makin panas, maka perubahan itu berdampak pada produksi dan cita rasa kopi," katanya.

Dalam paparannya, Fitrio membahas tentang dampak perubahan iklim terhadap kopi, bagaimana upaya mitigasi yang dapat dilakukan dalam rangka meminimalisasi dampaknya, serta peran kopi dalam membentuk identitas suatu negara dalam dunia internasional.

Peneliti College of Policy Science Ritsumeikan University itu berharap para petani kopi Indonesia mulai sadar dan memahami isu global, terutama perubahan iklim mengingat dampaknya yang besar terhadap industri kopi.

"Petani Indonesia kebanyakan masih kurang paham dengan isu global, terutama perubahan iklim dan dampaknya terhadap komoditas mereka," ujarnya.

Sementara itu, Co Founder CGS Agus Trihartono mengatakan tujuan dari CGS adalah mempromosikan diplomasi publik melalui makanan dan minuman, serta berupaya menciptakan kesadaran global tentang isu-isu penting seperti perubahan iklim melalui kuliner.

"Ilmu Hubungan Internasional sudah berkembang sejak lama. Jika ilmu Hubungan Internasional konvensional selalu berputar pada politik dan perang, maka Ilmu Hubungan Internasional kontemporer telah memperluas cakupannya," tuturnya.

Ia menjelaskan Ilmu Hubungan Internasional kontemporer itu berpusat pada How to Make Life Better yang berarti fokus untuk memperbaiki kesejahteraan umat manusia, sehingga muncul beberapa bidang studi baru yang fokus pada kesejahteraan hidup seperti juga Gastrodiplomasi.

Baca juga: Kopi Topidi wakili Indonesia masuk 36 event kopi terbaik dunia

Baca juga: 50 kontainer biji kopi Indonesia diekspor ke Mesir

 

Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2023