Jakarta (ANTARA) - Setelah sukses sebagai tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 Tahun 2022 di Bali, Indonesia kembali terpilih sebagai tuan rumah pertemuan internasional, yakni pertemuan World Water Forum ke-10 yang akan diselenggarakan di Bali pada 18-23 Mei 2024. Pertemuan internasional terbesar di bidang air ini mengangkat tema “Water for Shared Prosperity” untuk menjawab tantangan dan potensi global yang diakibatkan oleh peningkatan pertumbuhan penduduk dan urbanisasi.

Presiden Joko Widodo menyampaikan agenda penting yang harus diprioritaskan dalam penyelenggaraan World Water Forum 2024, yakni upaya konservasi air, ketersediaan air bersih dan sanitasi, ketahanan pangan dan energi, serta mitigasi bencana alam berupa banjir dan kekeringan. Agenda-agenda tersebut harus menjadi kerja bersama, partisipasi rakyat dan kerja sama dari berbagai pihak, dialog dan kemitraan antarnegara yang dilakukan dalam semangat kebersamaan untuk kesejahteraan rakyat dunia.

Mengutip rilis resmi Kementerian PUPR, Presiden World Water Council (WWC) Loïc Fauchon mengajak seluruh negara yang akan hadir dalam forum World Water Forum ke-10 di Bali, Indonesia, pada 2024, untuk menjadikannya sebagai momentum peningkatan kerja sama untuk pengelolaan air secara global. Dikatakan Fauchon, secara khusus permasalahan utama air di negara-negara Asia Tenggara adalah banyaknya sumber air, namun belum dikelola dengan begitu baik. Selain itu pertambahan penduduk yang masif juga menjadi tantangan tersendiri untuk mencukupi kebutuhan air bersih.

Terkait pemenuhan kebutuhan air bersih perpipaan, Staf Khusus Menteri PUPR Bidang Sumber Daya Air Firdaus Ali dalam Seminar I Sub Tema Water and Innovative Finance di Jakarta, Selasa (7/2/2023) menyebutkan, hingga saat ini cakupan layanan air pipa di seluruh Indonesia baru sekitar 21,69 persen. Dengan persentase tersebut jika dibandingkan dengan jumlah 267 juta penduduk Indonesia, sektor pengelolaan sumber daya air sangat menarik bagi pihak swasta untuk ikut berkecimpung.

Pemerintah Indonesia sendiri dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 –2024.guna menargetkan 10 juta sambungan air minum ke rumah (SR) lewat jaringan perpipaan. Namun untuk mencapai hal tersebut Direktur Jenderal (Dirjen) Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Herry Trisaputra Zuna mengatakan diperlukan inovasi pembiayaan infrastruktur air minum.

Berdasarkan RPJMN 2020–2024, kebutuhan dana untuk mencapai program 10 Juta SR sebesar Rp123,4 triliun. Sementara diproyeksikan porsi APBN tahun 2022-2024 hanya mampu memenuhi 17 persen atau sekitar Rp21 triliun, APBD sebesar 13 persen atau sekitar Rp15,6 triliun, dan sisanya 70 persen atau sekitar Rp86,8 triliun bersumber dari lainnya, salah satunya investasi. Sebagai langkah untuk menutupi kesenjangan pendanaan (funding gap) non-APBN sebesar 70 persen ini Pemerintah membuka peluang alternatif pendanaan dengan melibatkan badan usaha. Khusus untuk penyediaan air minum perpipaan diharapkan Tahun 2024 mencapai 30 persen.


Kebutuhan air bersih

Permasalahan pemenuhan kebutuhan air bersih atau air minum memang sudah menjadi permasalahan yang belum terpecahkan di Indonesia, karena tidak siapnya infrastruktur pengolahan air minum dan perpipaan sejak dahulu. Masyarakat dilepas begitu saja mencari air bersih dari masing-masing tanah lokasi tempat tinggalnya dengan membuat sumur bor dan bahkan untuk keperluan air minum saat ini tanpa disadari masyarakat Indonesia telah ketergantungan dengan air minum kemasan.

Di Jakarta sendiri sebagai Ibu Kota, mengutip dari pemberitaan di berbagai media Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Air Minum (PAM Jaya) mengungkapkan cakupan pelayanan air bersih di Jakarta hingga tahun 2022 baru 65,85 persen dengan jumlah pelanggan 913.913 orang. Angka tersebut tidak jauh berbeda dari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan hingga tahun 2021 jumlah pelanggan perusahaan air bersih perpipaan baru sebanyak 918 369 orang dari jumlah penduduk Jakarta rilisan BPS yakni sebanyak 10.644.776 jiwa.

Dari data tersebut kita dapat melihat bahwa hingga saat ini sisanya masyarakat Jakarta masih mengandalkan air tanah untuk kebutuhan air bersih dan air minum kemasan untuk kebutuhan minum sehari-hari. Padahal Pemerintah menyebutkan penggunaan air tanah yang berlebihan menjadi salah satu penyebab penurunan muka air tanah di Jakarta yang juga mengancam Jakarta tenggelam.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, dalam mendukung pencapaian target pelayanan air minum 100 persen, Kementerian PUPR dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersinergi mengembangkan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di sisi hulu dan hilir. “Kalau semua proyek SPAM ini sudah bisa kita selesaikan sesuai timeline dan bisa memasok rakyat DKI Jakarta, maka pada tahun 2030, Pemerintah bisa menyampaikan kepada rakyat untuk stop pakai air tanah. Hanya dengan upaya itu penurunan air tanah di DKI Jakarta bisa dihentikan,” kata Menteri Basuki.

Pembangunan sisi hulu meliputi SPAM Regional Jatiluhur I sebesar 4.000 liter per detik, SPAM Regional Karian-Serpong sebesar 3.200 liter per detik, dan SPAM Ir. H. Djuanda dengan indikasi sebesar 2.054 liter per detik. Sementara itu, pada sisi hilir, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan optimalisasi aset eksisting SPAM dan pembangunan baru untuk mendukung SPAM Regional Jatiluhur I dan SPAM Regional Karian- Serpong, menggunakan skema bundling dengan biaya modal sebesar Rp26,7 Triliun.

Untuk mendukung pembiayaan sisi hilir tersebut, telah dilakukan penandatanganan fasilitas kredit antara PT Air Bersih Jakarta dengan Sindikasi Kreditur untuk 2  tahun pertama dengan biaya modal sebesar Rp12 triliun yang terdiri dari pinjaman sebesar Rp8,8 triliun dan ekuitas pemegang saham. Langkah tersebut menjadi salah satu bukti serius dari Pekerjaan Rumah (PR) panjang Pemerintah untuk menyediakan pemenuhan kebutuhan air bersih di Indonesia khususnya Jakarta. Kementerian PUPR melalui program pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di berbagai wilayah Indonesia juga terus berupaya menambah cakupan layanan air bersih.

Selain mengejar terpenuhinya sambungan perpipaan bagi seluruh masyarakat, Pemerintah Indonesia juga harus mengejar ketertinggalan kualitas air bersih dari perpipaan. Pasalnya seperti kita ketahui, air bersih perpipaan di Indonesia masih tidak layak untuk langsung diminum. Di beberapa negara maju seperti kita ketahui, bahwa hampir seluruh rumah sudah tersambung dengan layanan air perpipaan yang sudah layak untuk langsung diminum tanpa dimasak kembali.

Melihat kondisi dan tantangan tersebut, maka Indonesia sebagai tuan rumah World Water Forum ke-10 nanti harus dapat memanfaatkan momentum tersebut sebagai upaya mencari peluang kerja sama untuk peningkatan layanan air bersih perpipaan, sehingga pertemuan tersebut tidak hanya menjadi acara seremonial semata.

*) Ahmad Jayadi adalah Pranata Humas Ahli Muda Kementerian PUPR)


 

Copyright © ANTARA 2023