Jakarta (ANTARA News) - Serikat Karyawan PT Garuda Indonesia (Sekarga) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut dugaan korupsi di PT Garuda Indonesia. Sekretaris Jenderal Sekarga, Ahmad Irfan, di Gedung KPK, Jalan Veteran, Jakarta, Rabu, mengatakan, dugaan korupsi yang dilaporkan ke KPK di antaranya kerugian penjualan kargo pesawat oleh anak perusahaan PT Garuda, Sungai Gemuruh Agent, sebesar 1,4 juta dolar AS. Selain itu, Sekarga juga melaporkan dana yayasan kesejahteraan pegawai PT Garuda sebesar Rp28 miliar yang macet setelah diinvestasikan di Texmaco sejak 2005. "Padahal, gaji pegawai setiap bulannya dipotong dua setengah persen untuk dana yayasan kesejahteraan pegawai itu," kata Ahmad. Sekarga juga melaporkan beberapa permasalahan di PT Garuda, di antaranya pengadaan enam pesawat tipe Airbus 330 yang dibeli pada 1996 yang masih menyisakan utang sebesar 600 juta AS. Beberapa permasalahan lain di PT Garuda yang disampaikan oleh Sekarga kepada KPK, yang belum terhitung kerugiannya, adalah pengelolaan penjualan domestik PT Garuda, pengalihan aset komputer sistem reservasi PT Garuda kepada Lufthansa, dan pengadaan dua pesawat jenis B 737 NG. Ahmad meminta agar KPK melakukan investigasi secara menyeluruh terhadap semua penyimpangan yang merugikan PT Garuda serta terhadap semua kebijakan yang berdampak pada kerugian PT Garuda. Ia juga meminta KPK agar melakukan investigasi terhadap penjualan aset-aset PT Garuda. "Kami dengar, KPK sudah melakukan investigasi di PT Garuda. Untuk itu, kami mendukung investigasi yang dilakukan oleh KPK," katanya. Sekarga berharap KPK segera memproses secara hukum, siapa pun yang terbukti melakukan praktik korupsi di PT Garuda. Sekarga telah melaporkan ke KPK dugaan korupsi di PT Garuda pada 22 September 2005, namun hanya untuk dua kasus, yaitu investasi dana yayasan pegawai yang macet dan kerugian penjualan kargo oleh anak perusahaan PT Garuda. "Kami meminta agar jangan dua kasus itu saja yang diusut karena masih banyak permasalahan lainnya. Kondisi Garuda sebagai BUMN saat ini sudah sangat terpuruk. Kami sebagai pegawai tidak bisa membiarkan BUMN ini hanya menjadi sapi perahan saja," kata Ahmad.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006