Jakarta (ANTARA) - Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menilai, keberadaan area penyangga atau buffer zone di Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Plumpang. sangat penting sehingga tidak boleh ada permukiman di area tersebut, guna menghindarkan adanya korban jiwa jika terjadi ledakan.

"Area penyangga itu sudah diatur Pertamina. Tujuannya, jika terjadi kebakaran atau ledakan tidak menimbulkan korban jiwa. Makanya harus bebas dari permukiman,” katanya di Jakarta, Senin

Namun demikian, menurut dia dalam perkembangannya warga terus mendekati area penyangga bahkan saat ini sudah dipenuhi penduduk sehingga hanya dibatasi oleh tembok beton.

"Yang tadinya dipergunakan sebagai area penyangga, akhirnya rumah warga menempel. Nah, sekarang meledak. Yang harusnya tidak sampai ada korban penduduk, menjadi ada korban. Loh kok malah Pertamina yang disalahin?” ujar Agus.

Dalam keterangannya Agus menjelaskan, lahan tersebut memang milik Pertamina. TBBM Plumpang dibangun sejak 1970-an dan memiliki luas sekitar 150 hektar yang mana 70 hektar digunakan untuk fasilitas Pertamina dan 80 hektar sisanya sebagai daerah penyangga.

"Nah, yang 80 hektar sebagai penyangga tersebut, kemudian diokupansi masyarakat dengan berbagai macam cara. Akibatnya, luasan kawasan TBBM Plumpang berkurang jauh sekali," katanya.

Senada dengan itu pengamat tata kota Universitas Trisakti Nirwono Joga menyebutkan TBBM Plumpang sudah ada sejak 1974. Keberadaannya sesuai Rencana Induk Jakarta 1965-1985 dimana jarak TBBM Plumpang ke Pelabuhan Tanjung Priok 5 kilometer. Ketika itu, tanah sekitar depo juga masih kosong dan berupa rawa sehingga tidak ada permukiman.

"Jadi sudah ditaruh plotnya lokasi dekat dengan distribusi dan pada saat 1974, Rencana Induk Jakarta 1965-1985 sudah menempatkan kiri kanannya sejauh 1-2 km bebas dari permukiman. Secara teknis tata ruang sudah tepat. Bahkan dalam Rencana Umum Tata Ruang 1985–2005 posisi tersebut tetap dipertahankan,” ujarnya.

Nirwono menyebutkan perubahan tata ruang terjadi sejak 1990-2000 dan sampai sekarang permukiman warga semakin mendekat dan merapat dengan depo Pertamina.

"Kalau tadinya 1–2 kilometer bebas permukiman, dalam 20 tahun terakhir malah semakin merapat dengan depo. Ini lebih kepada faktor ekonomi. Karena depo ini kan mengundang untuk kebutuhan warung, tempat tinggal dan sebagainya," katanya.

Pewarta: Subagyo
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2023