Natuna (ANTARA) - Penyelidik Bumi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Anjar Heriwaseso, menyatakan potensi longsor di Pulau Serasan bisa kembali terjadi jika curah hujan tinggi.

"Tandanya bisa kita lihat dengan air sungai berubah warna menjadi kuning, atau berlumpur ketika terjadi hujan lebat, dan itu patut diwaspadai," kata Anjar di Serasan, Senin.

Ia juga mendapatkan informasi dari warga setempat selama beberapa hari, di Serasan diketahui pada beberapa titik bukit atau gunung mengalami keretakan dan itu harus diantisipasi agar terhindar dari bencana longsor.

"Itu tanda, retakan itu harusnya ditutup, informasi seperti ini yang harus disampaikan ke warga lainnya, sebenarnya warga yang lebih mengetahui daerahnya sendiri, tinggal bagaimana langkah mitigasi bencana itu dilakukan," ujarnya.

Baca juga: Pangdam I/BB: Pengungsi longsor di Natuna capai 2.240 orang

Baca juga: Koarmada I kerahkan kapal perang kirim bansos korban longsor di Natuna


Ia memperkirakan potensi longsor di Pulau Serasan cukup tinggi dan warga yang tinggal di titik rawan patut waspada jika curah hujan tinggi lebih dari tiga hari.

Ia juga menyampaikan, potensi gempa bumi tidak ditemukan di daerah Natuna termasuk Pulau Serasan, pemicu utama longsor di Pulau Serasan karena curah hujan serta disebabkan beberapa faktor lain diantaranya disebabkan oleh manusia.

"Pemicu timbul korban akibat longsor selain curah hujan tinggi, adanya pemotongan atau pemangkasan bukit bisa juga menjadi penyebab karena akan mengurangi kestabilan tanah," kata Anjar.

Selain itu, di Pulau Serasan juga banyak ditemukan pemukiman berada di tebing lereng atau di tepi sungai, juga mempengaruhi adanya potensi korban jika terjadi longsor.

"Utamanya karena hujan, ada juga karena aktivitas manusia, pemotongan tebing dan di pulau ini tingkat erosinya tinggi," kata dia.

Ia juga menerangkan sebenarnya longsor tidak seketika terjadi, namun akan ada tanda-tanda selain warna sungai berubah, pergerakan tanah juga bisa terlihat, jauh sebelum terjadi longsor besar.

Ia mencontohkan, kejadian longsor di Desa Pangkalan, Serasan, memiliki pola jalur longsor yang jelas, berikut tanda-tanda sebelum kejadian.

"Kita harus memahami jalur longsor dan tanda-tanda, untuk kasus di Genting ternyata sudah ada tanda sebelum terjadinya longsor," kata dia

Ia juga mengatakan, Serasan memiliki potensi selain longsor, yakni banjir bandang yang mengikuti jalur air, jatuhan batu atau hujan batu, serta erosi juga mudah terjadi.

Sebagai upaya pencegahan timbulnya korban ketika terjadi bencana tanah longsor, Ia menyarankan agar menutup retakan yang telah ada menghindari masuknya air ketika hujan.

"Jangan sampai air masuk ke,dalam retakan, buat jalur air dengan menjauhkan dari retakan, karena warga pasti mengenali lahan mereka masing-masing, kejadian longsor sifatnya terus berulang," kata Anjar.

Ia juga melihat Pulau Serasan banyak kandungan air dan terdiri dari banyaknya bebatuan, karena itu wajib bagi warga setempat untuk memahami alam dan tidak memaksakan kehendak ketika membangun sesuatu.

"Harus mengenal alam, dan mitigasi bencana wajib dilakukan," demikian kata Anjar.*

Baca juga: SAR perpanjang tanggap darurat cari delapan korban hilang di Natuna

Baca juga: 414 warga Serasan mengungsi ke rumah saudara pulihkan trauma longsor

Pewarta: Cherman
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023