Jakarta (ANTARA) - Perusahaan rintisan (startup) diprediksi akan lebih berhati-hati dalam merekrut dan mempekerjakan Sumber Daya Manusia (SDM) setelah ada gelombang badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) startup yang terjadi bukan hanya di Indonesia tetapi juga di dunia.

"Sekarang pastinya mereka akan di-challenge oleh shareholder atau investor untuk 'benar nggak mau alokasi'. Jadi belajar bisnis untuk mengalokasikan dana ke R&D yang tepat, sama orang yang di-hire juga jadinya pastinya lebih pelan, lebih hati-hati," kata Investment Partner GDP Venture Antonny Liem di Jakarta, Rabu.

Belajar dari badai PHK yang terjadi belakangan ini, Antonny mengingatkan bahwa perusahaan rintisan tetap harus memikirkan profitabilitas sehingga tidak boleh gegabah dalam mengeksekusi strategi bisnis termasuk merekrut pekerja secara besar-besaran.

"Mereka harus belajar kembali ke running bisnis yang proper. Pasti saya yakin nggak akan ada hire yang terlalu agresif lagi, sih, ke depannya," ujar dia.

Baca juga: Antler dukung pengembangan 30 startup Indonesia di 2023

Antonny memandang transformasi digital terjadi secara besar-besaran pada periode sekitar tahun 2020 hingga 2021, bahkan ada optimisme bahwa dunia akan sepenuhnya digital sebagai contoh gagasan mengenai Metaverse. Namun kenyataannya, setelah pandemi, saat ini dunia perlahan-lahan kembali normal dan tidak sepenuhnya digital.

Menurut Antonny, perusahaan rintisan juga harus belajar kembali bagaimana cara menjalankan bisnis seperti yang selama ini sudah dilakukan perusahaan-perusahaan skala besar dengan menyisihkan profitabilitas untuk riset dan pengembangan (R&D), merekrut pekerja secara bertahap, dan baru melakukan ekspansi.

"Jadi balik ke cara bisnis yang memang sudah dilakukan oleh perusahaan-perusahaan gede yang memang properly do bisnis saja. Ada untung, sisihkan dikit ke R&D, hire orang dikit, sudah gede baru taruh duit lagi (investasi)," kata dia.

Baca juga: Broom raih pendanaan pre-series A senilai Rp155 miliar

Meski begitu, imbuh Antonny, perusahaan rintisan dan perusahaan besar harus saling belajar. Perusahaan skala besar juga harus mau belajar dari kemampuan yang miliki perusahaan rintisan hal-hal seperti ketangkasan, kecepatan, hingga berinovasi dan bereksperimen. Namun tetap harus didukung oleh bisnis yang sehat dan memiliki profitabilitas.

"Perusahaan yang lebih besar juga meng-apply startup mentallity. Berani eksperimentasi, jadi tidak menghukum. Tapi berani inovasi, berani berubah, bergerak cepat, itu kan startup mentallity," kata Antonny Liem.

Baca juga: Tren PHK digital, pengamat: Ini era transformasi unicorn jadi dragon

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2023