Jakarta (ANTARA News) - Dapat bertahan selama 20 tahun sebagai penyanyi populer boleh dibilang satu hal yang membanggakan, apalagi jika melihat serbuan artis, band baru yang bermunculan bak jamur di musim hujan dalam satu dekade terakhir ini. Bagi Ruth Sahanaya alias Uthe, hal membanggakan itu tidak memiliki arti lebih besar ketimbang rasa tanggung jawab profesinya. "Saya lebih ingin menyebutnya sebagai tanggung jawab saya sebagai penyanyi. Kalau orang memuji diri saya karena bisa tetap eksis sampai sekarang, itu semakin mendorong saya untuk tetap berkarya," katanya, dalam acara peluncuran album terbarunya, "Jiwaku" di Jakarta, Rabu. Menurut Uthe, seorang penyanyi harus memiliki tanggung jawab moral kepada masyarakt terutama penggemarnya. "Saya tidak bisa hanya duduk diam, tidak berbuat apa-apa. Ini sudah tekad saya sejak menjadi penyanyi," katanya. Album "Jiwaku" merupakan produk rekaman ke-11 Uthe, masih berada di jalur pop dengan materi delapan lagu baru dan dua lagu lama yang diarasemen ulang, yakni "Camar Yang Pulang" dan "Layu Sebelum Berkembang". Lagu andalan "Jiwaku" yang dijadikan judul album merupakan karya Nico Adjibandi yang diaransemen oleh Irwan Simanjuntak. Selain kedua musisi tersebut, penggarapan album terbaru Uthe juga melibatkan Erwin Gutawa, Tohpati dan Andi Rianto. Uthe sendiri mengakui lagu itu adalah karya musik yang unik, dalam arti ia baru pernah membawakannya. "Jiwaku ini lagu pop, agak jazzy, dan ada warna orientalnya," ujarnya. Kendati menyebutnya sebagai bentuk tanggung jawab profesi, "Jiwaku" bisa disebut album dedikasi di mana Uthe merasakan betul dirinya tidak berarti apa-apa tanpa musisi, produser dan pekerja kreatif di balik kesuksesannya selama 20 tahun berkarir. Paling tidak, bersamaan dengan peluncuran resmi album tersebut (sudah beredar di pasar sejak 8 Mei 2006-red), Uthe juga menggelar konser mini (show case) di Upper Room Annex Building, yang diisi acara pemberian penghargaan terhadap pihak-pihak yang dianggap berjasa. Jeffry Waworuntu, suami sekaligus manajer sang artis, mengatakan bahwa penghargaan itu diserahkan kepada musisi yang selama ini membantu Uthe, juga produser, "mixer engineer" dan sebagainya. "Banyaklah pihak yang ingin kami beri penghargaan karena peranan mereka yang besar dalam menunjang karir Uthe," katanya. Ruth Sahanaya membangun karirnya dengan mengikuti berbagai festival. Tahun 1983 ia meraih juara pertama di empat festival musik di tanah air, sebelum kemudian ia menjadi salah seorang duta seni Indonesia di banyak ajang internasional, termasuk Asean Song Festival 1988, dan Tokyo Music Festival 1991. Setelah sering menjadi penyanyi tamu di band beraliran jazz semacam Karimata, Krakatau dan sebagainya, penyanyi berdarah Maluku tersebut meluncurkan album solo. Tahun 1992 menjadi tahunnya Uthe. Setelah albumnya yang berjudul "Kaulah Segalanya" meraih dua penghargaan musik di Indonesia, ia menyabet tropi tertinggi di dua ajang internasional, yakni Grand Prix Winner pada Midnite Sun Song Festival di Lahti, Finlandia dan First Winner pada City of The Haque Award". Masih pada tahun yang sama, ia juga meraih penghargaan The Second Winner di ajang The Holland Casino Scheveningen. Prestasi lain yang diukirnya adalah telah cukup banyak berkolaborasi dengan penyanyi dan musisi internasional, termasuk Mario Frangoulis (tenoris Yunani), Eric Bennet, Jeff Kashiwa, Dave Koz, Phil Perry, dan Keith Martin.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006