Memang secara global akses ke sumber listrik yang berkelanjutan, andal dan aman untuk pembangunan semakin sulit
Jakarta (ANTARA) - Lembaga pembiayaan pembangunan Amerika Serikat (US International Development Finance Corporation/DFC) membidik pembiayaan untuk sejumlah proyek-proyek transisi energi hingga bidang kesehatan dan pendidikan di Indonesia.

CEO US International DFC Scott Nathan di Jakarta, Rabu, mengatakan dukungan pembiayaan untuk transisi energi juga sejalan dengan komitmen pemerintah Indonesia yang tengah mendorong upaya untuk menekan emisi.

“Memang secara global akses ke sumber listrik yang berkelanjutan, andal dan aman untuk pembangunan semakin sulit. Kami melihat ada minat yang cukup tinggi dalam diversifikasi portfolio pembangkit listrik untuk memasukkan hidrogen, panas bumi, angin, dan surya. Ini area yang kurang berkembang di sini dan kami pasti ingin berpartisipasi,” katanya.

Scott menuturkan DFC sendiri memiliki misi untuk memobilisasi modal ke sektor swasta untuk memenuhi kebutuhan standar tinggi di mana proyek yang dibiayai itu beroperasi.

Baca juga: Indonesia dorong realisasi komitmen Jepang untuk bantu transisi energi

Indonesia sendiri dinilai sebagai salah satu mitra penting dalam program DFC karena memiliki banyak potensi pengembangan pembangunan. Kerja sama pembiayaan pembangunan juga diharapkan dapat mempererat hubungan antara Indonesia dan Amerika Serikat.

“Kami juga tertarik di sektor kesehatan, hunian terjangkau, pertanian, solusi masalah iklim berbasis alam yang berkelanjutan juga pendidikan di mana kami sudah bertemu dengan para mitra potensial,” ungkapnya.

Dalam kunjungan tiga harinya ke Jakarta, dia menerangkan ada sejumlah proyek transisi energi yang mungkin bisa menjadi sasaran pembiayaan diantaranya proyek panas bumi atau geothermal, pembangkit tenaga angin, panel surya, dan hidrogen.

Meski demikian, ia tidak secara gamblang mengungkap nilai pembiayaan yang bisa diberikan. Menurutnya, pembiayaan diberikan per proyek tergantung peluang yang ada serta pemenuhan syarat.

“Jadi bukan soal komitmen angka tertentu, tapi soal proyek yang dibutuhkan secara lokal dan memenuhi syarat juga layak secara komersial. Kalau semua itu cocok, benar-benar tidak ada batasan soal nilainya,” katanya.

Dia juga memastikan pembiayaan yang diberikan juga dilengkapi dengan asistensi teknis agar proyek yang dibiayai bisa lebih bankable sehingga bisa mencapai standar kapabilitas teknis untuk dampak sosial dan lingkungan.

Scott menambahkan DFC sendiri memiliki legacy portfolio (portfolio eksisting) dengan nilai mencapai sekitar 285 juta dolar AS di Indonesia.

“Tapi kuncinya adalah membangun legacy itu dan saya rasa kita bisa segera meningkatkan portfolio tersebut melalui kerja sama di masa mendatang,” katanya.

Baca juga: Keketuaan ASEAN Indonesia 2023 didorong bahas transisi energi
 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2023