Mataram (ANTARA) - Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat Inspektur Jenderal Polisi Djoko Poerwanto menyatakan siap bertanggung jawab soal penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) perkara dua kapal tanker yang diduga mengangkut BBM jenis solar di luar spesifikasi.

"Saya mempertanggungjawabkan tindakan penyidik saya yang menghentikan penyidikan dengan alasan tidak memenuhi unsur," kata Djoko di Mataram, Rabu.

Dia pun menantang para pihak untuk mengajukan upaya hukum praperadilan dari adanya penerbitan SP3 perkara tanker BBM ini agar alasan penghentian perkara jelas secara yuridis.

"Kalau bisa praperadilan, bisa kami sebutkan alasannya nanti di persidangan," ujarnya.

Dalam pertemuan dengan wartawan di Tribun Lapangan Bhara Daksa Polda NTB tersebut, Djoko turut menyampaikan rasa empati bahwa perkara yang berkaitan dengan minyak dan gas bumi adalah persoalan yang serius dan memberikan dampak luas bagi masyarakat.

"Kasus migas ini masalah serius, saya sepakat, setuju dan saya iya," ujar Djoko.

Namun demikian, Kapolda mengatakan bahwa penyidik Direktorat Polisi Perairan dan Udara (Ditpolairud) Polda NTB memutuskan untuk menghentikan perkara ini karena tidak memenuhi unsur pidana.

Dia pun menyampaikan alasan penghentian perkara tanker BBM ini berdasarkan landasan hukum aturan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"Jadi, itu (penghentian) sesuai dengan Pasal 109 ayat (1) dan (2) KUHAP. Pertama, tidak adanya unsur pidana. Kedua, tidak terdapat cukup bukti dan ketiga, demi hukum. Dihentikan karena tiga hal itu," ucap dia.

Dengan menyampaikan hal demikian, Djoko meminta maaf kepada masyarakat yang sudah merasa kecewa dengan langkah kepolisian dalam penanganan perkara yang berkaitan dengan Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi tersebut.

"Maaf sudah mengecewakan masyarakat, tetapi sekarang bagaimana kita sama-sama bisa membuat situasi ini bisa dipahami dengan berbicara soal penerapan Pasal 109 KUHAP," katanya.

Dalam perkara ini, pihak Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat melalui bidang pidana umum sedang mengkaji dalil penyidik kepolisian dalam menghentikan perkara tanker BBM tersebut.

Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera pada kesempatan sebelumnya mengatakan langkah ini merupakan bagian dari pelaksanaan prosedur hukum ketika jaksa peneliti menerima SP3 perkara dari penyidik.

"Nantinya, setelah itu (kajian dalil) rampung, baru akan ditentukan sikap, apakah kami akan menerima SP3 (surat perintah penghentian penyidikan) atau mengajukan praperadilan ke pengadilan," kata Efrien.

Dia mengatakan bahwa dalam tahap pengkajian tersebut, pihak kejaksaan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian, di antaranya meminta pendapat hukum dari ahli yang memiliki keilmuan tentang persoalan BBM.

Untuk itu, Efrien pun belum dapat memastikan batas waktu pihaknya dalam menyelesaikan proses pengkajian SP3 dari perkara tersebut.

Kejati NTB dalam perkara ini sebagai pihak yang bertugas melakukan penelitian berkas perkara dari penyidikan kepolisian sebelumnya memberikan petunjuk tambahan perihal adanya dugaan peran orang lain.

Petunjuk tambahan itu mendasar pada keterangan tersangka dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang mengaku kegiatan mencampur BBM solar dengan bahan kimia sehingga membuat kadar dari BBM di luar spesifikasi itu merupakan tindak lanjut dari perintah atasan.

Efrien mengatakan bahwa hal tersebut yang kemudian menjadi dasar pihak kejaksaan mengembalikan berkas perkara ke penyidik kepolisian.

Penghentian perkara BBM ini terbit berdasarkan adanya surat perintah penghentian penyidikan (SP3) Nomor: SP3/01-03/II/RES.1.9./2023/Dit Polairud dan surat ketetapan tentang penetapan penghentian penyidikan Nomor: S.Tap/01-03/II/RES.1.9./2023/Dit Polairud pada tanggal 21 Februari 2023.

Dalam surat Nomor: SP3/01-03/II/RES.1.9./2023/Dit Polairud, pihak kepolisian menguraikan perihal pertimbangan penerbitan SP3 dari perkara yang menetapkan tiga tersangka dengan menyatakan bahwa tidak cukup bukti atau peristiwa bukan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, serta untuk memenuhi asas kepastian hukum, keadilan hukum, dan manfaat hukum.

Pertimbangan itu diuraikan dalam SP3 berdasarkan bukti-bukti yang didapatkan dari proses penyidikan dan laporan hasil gelar perkara biasa.

Dalam surat turut menguraikan perintah kepada tiga penyidik melakukan penghentian penyidikan dugaan tindak pidana minyak dan gas dan tindak pidana umum yang terjadi di Perairan Pelabuhan Haji, Kecamatan Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur pada 15 September 2022 untuk berkas perkara milik tiga tersangka berinisial AM, AW, dan JS.

Dugaan pidana tersebut berkaitan dengan Pasal 54 juncto Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan/atau Pasal 56 KUHP dan Pasal 263 ayat (1) dan/atau ayat (2) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan/atau Pasal 56 KUHP.

Dalam penanganan kasus ini, Ditpolairud Polda NTB, sebelumnya menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) Nomor: SP.Sidik/9/XI/RES.1.9./2022/Dit Polairud pada tanggal 24 September 2022.

Tindak lanjut dari sprindik, kepolisian menerbitkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dengan Nomor: B/457/IX/RES.1.9./2022/Dit Polairud pada tanggal 26 September 2022.

Penanganan dari kasus ini pun terungkap setelah petugas kepolisian melakukan tangkap tangan terhadap aksi pengisian BBM dari tanker ke kapal ikan di kawasan perairan Telong Elong, Kabupaten Lombok Timur.

BBM yang diisi ke kapal nelayan tersebut diduga tidak sesuai dengan surat izin angkut. Penyidik menemukan indikasi pelanggaran pidana usai melaksanakan pemeriksaan mendalam terhadap jenis BBM.

Dalam kasus ini pun peran tiga tersangka AM, AW, dan JS terungkap sebagai nakhoda dan seorang di antaranya berstatus manajer operasional dari perusahaan tanker tersebut.

Penyidik dalam penanganan perkara ini turut menyita barang bukti tanker yang mengangkut BBM diduga di luar spesifikasi dan kapal ikan milik nelayan di Dermaga Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur.

Kapal tanker yang disita, Motor Tanker (MT) Anggun Selatan dan MT Harima milik PT Tripatra Nusantara yang beralamat di Palembang, dan Kapal Motor (KM) Satu Raya milik nelayan Lombok Timur yang diduga menerima pengisian BBM di kawasan perairan Telong Elong.

Untuk barang bukti BBM juga demikian. Dari MT Harima dan KM Satu Raya, polisi menyita 227 ribu liter. Sedangkan 135 ribu liter dari muatan MT Anggun Selatan.

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2023