Jakarta (ANTARA) - Ungkapan pangan adalah kedaulatan semakin relevan ketika badan pangan dunia FAO beberapa waktu lalu memperingatkan akan adanya ancaman krisis pangan dalam beberapa waktu ke depan.

Pandemi yang dalam dua tahun melanda meningkatkan potensi dampak krisis pangan tersebut menjadi kian berat.

Optimisme harus selalu dijaga terlebih ketika negeri ini punya kesejarahan yang kental sebagai negara agraris dengan beberapa di antaranya adalah wilayah lumbung pangan potensial.

Semangat pencapaian swasembada pangan harus senantiasa digalakkan dengan memperkuat fondasi ketahanan pangan.

Demi untuk mewujudkannya, maka kemandirian pangan harus dibangun sehingga pada akhirnya kedaulatan pangan dapat digapai setelahnya.

Namun, upaya pembangunan pangan di negeri ini harus pula didasarkan pada pencapaian yang berbasis kualitas dan berkelanjutan. Dengan begitu persoalan pemenuhan pangan tidak mendatangkan masalah baru pada hulu melainkan tujuan tetap tercapai dengan faktor pendukungnya senantiasa sehat dan lestari.

Mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional sebagai turunan dari regulasi Undang Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Indonesia sebenarnya telah memiliki berbagai langkah proteksi dari masalah pangan yang harus dihadapi seperti sarana prasarana dan teknologi pertanian, diversifikasi dan akses pangan yang belum merata, serta ketersediaan benih berkualitas.

Sehingga dilakukan program-program pembangunan pertanian dan desa seperti melakukan rehabilitasi jaringan irigasi, pembangunan lumbung pangan perbatasan, integrasi jagung dan sawit, pengadaan benih unggul untuk padi, jagung, kedelai, cabai, dan bawang , serta pengendalian impor pangan strategis dan Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) beras agar akses atas pangan bisa merata.

Semua pihak tentu tak ingin jika ketahanan pangan tertinggal sebagai jargon semata. Sebaliknya ketahanan pangan harus menjadi dasar kebijakan dan pengambilan keputusan dan referensi utama yang terbumikan sehingga menjadi tanggung jawab bersama masyarakat seluruh lapisan.

Maka dari itu, termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah bahwa pangan telah ditetapkan sebagai urusan wajib yang tidak terkait dengan pelayanan dasar.

Sejatinya ini menunjukkan betapa seriusnya pemerintah dalam urusan pengelolaan pangan di tanah air hingga mendorong semua elemen untuk meningkatkan fokus pada urusan pangan.


Penyelenggaraan Pangan

Berdasarkan UU 18 Tahun 2012 tentang Pangan, penyelenggaraan Pangan adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan dalam penyediaan, keterjangkauan, pemenuhan konsumsi pangan dan gizi, serta keamanan pangan dengan melibatkan peran serta masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.

Merujuk FAO, ketahanan pangan mencakup pada tiga hal yakni aspek ketersediaan pangan, aksesibilitas atau keterjangkauan pangan oleh masyarakat, serta pemanfaatan dan keamanan pangan.

Ketiga pendekatan ketahanan pangan tersebut telah dirangkum dan direspons dalam sejumlah kebijakan bahwa ketersediaan pangan diperoleh dari hasil produksi para petani di dalam negeri juga dari cadangan pangan, dan bisa melalui impor pangan ketika produksi dalam negeri dan cadangannya diperhitungkan tidak mencukupi kebutuhan masyarakat.

Terkait aksesibilitas, Pemerintah dalam beberapa waktu terakhir sangat gencar melakukan pembangunan infrastruktur untuk menekan ekonomi biaya tinggi.

Hal ini memungkinkan biaya logistik ditekan sehingga harga pangan semakin terjangkau dan mudah diakses masyarakat sampai pada akhirnya tercapai stabilisasi harga pangan.

Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) juga telah secara resmi menerbitkan regulasi dalam bentuk Peraturan Kepala Badan Pangan Nasional (Perkaban) Nomor 11 Tahun 2022.

Terbitnya regulasi tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Produsen dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen, kemudian diharapkan mampu melindungi produsen dan konsumen pangan dari gejolak yang tidak menguntungkan.

Enam komoditas yang diatur mencakup kedelai, cabai, bawang merah, daging sapi, daging kerbau, dan gula. Perlu koordinasi yang kuat agar peraturan ini bisa dilaksanakan.

Ke depan perlu dirumuskan penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk gabah dan beras.

Pengaturan harga yang dilakukan dengan cermat tersebut pada praktiknya sangat efektif meningkatkan kesejahteraan petani, penggilingan padi kecil dan antisipasi terjadinya inflasi yang potensial mengganggu pertumbuhan ekonomi.

Sementara soal pemanfaatan pangan, semua pihak perlu untuk bahu-membahu mengedukasi masyarakat dalam meragamkan pola makan sehingga terwujud diversifikasi pangan. Ketergantungan yang terlampau berlebihan pada satu komoditas pangan akan berdampak buruk sistemik untuk jangka panjang.


Pembangunan Berkelanjutan

Salah satu komponen terpenting dalam mewujudkan ketahanan pangan adalah lahan pertanian yang produktif.

Oleh karena itu, kualitas dan kelestariannya harus dijaga dan dipelihara sehingga tetap berlanjut dan sinambung untuk menumpu produksi pangan.

Sebagaimana tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 2 yaitu untuk mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan, memperbaiki nutrisi dan mempromosikan pertanian yang berkelanjutan.

Untuk itu perlunya produksi dan konsumsi dikelola dengan penuh bertanggung jawab (Responsible consumption and production) maka perlu kiranya ditekankan bahwa upaya mewujudkan ketahanan pangan harus benar-benar berdasar pada kualitas dan keberlanjutan.

Terlebih Indonesia sebagaimana seluruh anggota PBB lainnya memiliki tanggung jawab yang sama untuk mengimplementasikan SDGs yang secara eksplisit bertujuan memberantas kemiskinan dan kelaparan, mengurangi ketimpangan dalam dan antar negara, memperbaiki manajemen air dan energi, serta mengambil langkah urgen untuk mengatasi perubahan iklim.

SDGs menegaskan pentingnya upaya mengakhiri kemiskinan agar dilakukan bersama dengan upaya strategis untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menerapkan langkah kebijakan sosial untuk memenuhi aneka kebutuhan sosial (seperti pendidikan, kesehatan, proteksi sosial, kesempatan kerja), dan langkah kebijakan untuk mengatasi perubahan iklim dan proteksi lingkungan.

Mengacu pada hal ini, relevan kiranya untuk melihat kembali potensi sumber daya pertanian yang melimpah di negeri ini termasuk lahan yang subur dan terbentang luas.

Lahan inilah yang harus dikelola secara berkesadaran dalam rangka menghasilkan produksi pertanian yang tinggi guna mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat.

Kekuatan sektor pertanian dalam menghasilkan produksi yang selanjutnya dikonsumsi oleh masyarakat, sebetulnya sangat ditentukan oleh kualitas lahan pertanian yang ada.

Mendorong praktik pertanian agroekologis, penggunaan input pertanian pangan yang lebih ramah lingkungan serta meningkatkan ketersediaan dan diversifikasi pangan menjadi sebuah urgensi tersendiri.

Undang Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan harus menjadi rujukan nyata dalam setiap kebijakan menyangkut produksi pangan. Pekerjaan rumah terkait alih fungsi lahan juga harus kembali dirujukkan dengan regulasi tersebut.

Dengan demikian maka penyelenggaraan pangan yang berkualitas dan berkelanjutan dapat segera diwujudkan di negeri ini.


*) Achmad Yakub; Deputi Asisten Utusan Khusus Presiden (UKP) RI dan Entang Sastraatmadja; Ketua Harian DPD HKTI Jawa Barat.
 

Copyright © ANTARA 2023