Jakarta (ANTARA) - KRI Irian dengan nomor lambung 201 merupakan satu-satunya kapal perang kelas penjelajah (cruiser) dengan bobot terberat yang pernah dioperasikan TNI  AL.

Dengan kekuatan militer RI dengan AL didukung KRI Irian, 12 kapal selam kelas Whiskey dan kapal-kapal perang lainnya serta TNI AU didukung pesawat-pesawat MiG 15, MiG-17 MiG-21 dan pengebom strategis TU-16 (semua eks Uni Soviet) membuat Indonesia sangat disegani di kawasan Asia di era ’60-an.

Di TNI AL, nomor lambung yang berawal dengan angka 2 menunjukkan jenis kapal penjelajah, nomor lambung 3 sebagai kapal pengawal (escort) jenis perusak (destroyer), fregat dan korvet, 4 adalah satuan kapal selam, 5 satuan kapal amfibi, 6 kawal cepat, 7 kapal ranjau, 8 patroli dan nomor lambung 9 sebagai kapal bantu (tanker, RS, survei)

KRI Irian yang dibeli dari Soviet menjelang kampanye untuk merebut Irian Barat pada ’60-an adalah kapal bekas jenis penjelajah ringan (light cruiser) armada L. Baltik Soviet bernama Grigory Ordzonikidze (nama menteri perindustrian di era Joseph Stalin) bernomor lambung 310.

Ada 14 kapal sejenis (kelas Sverdlov) yang dibangun oleh Uni Soviet sejak 1949, sebelum distop sekitar 1960 karena dianggap sudah kuno, sejalan berkembangnya rudal-rudal anti kapal yang mengancam kapal-kapal bertonase besar.

KRI Irian dengan bobot 13.640 ton, panjang 220 meter dan lebar 22 meter digerakkan oleh dua turbin uap yang menghasilkan kecepatan rata-rata 18 knot, dilengkapi dengan berbagai radar penjejak pesawat udara dan pemandu tembakan.

KRI Irian dipersenjatai 12 kanon kaliber 152 MM, masing-masing tiga pucuk di empat kubahnya, 10 tabung torpedo 533 MM, enam kubah kanon laras ganda kaliber 100 MM, dan 32 pucuk penangkis serangan udara ringan 37 MM.

Kapal dibuat di galangan Admiralty, Leningrad, sementara peletakan lunas pertama dilakukan pada 19 Oktober 1949 dan diluncurkan pada 17 September 1950, lalu pertama kali dioperasikan pada 30 Juni 1952.

Sebelum dibeli, TNI AL meminta kapal tersebut dimodifikasi agar bisa dioperasikan di wilayah tropis sampai suhu 40 derajat Celsius, namun tidak semua permintaan itu bisa dipenuhi seluruhnya karena keterbatasan anggaran.

Akhirnya, disepakati modifikasi dengan memasang generator berdaya lebih kuat guna menggerakkan ventilator tambahan agar suhu udara di atas kapal cukup nyaman bagi para awaknya.

Tidak diketahui persis harga KRI Irian, karena dibeli dalam satu paket pinjaman bernilai miliaran Dolar AS dengan pesawat-pesawat tempur MiG-15, MiG-17, MiG-19, MiG-21 dan pembom TU-16 serta 12 kapal selam kelas Whiskey untuk disiapkan merebut Irian Barat.

Kehadiran KRI Irian, belasan kapal selam, dan kekuatan udara TNI AU yang dipersiapkan untuk merebut Irian Barat, agaknya berkontribusi mendorong AS  membujuk Belanda duduk di meja perundingan.

Belanda sebagai salah satu anggota NATO, sebenarnya saat itu juga sudah siap siaga mempertahankan Irian Barat dengan mengirimkan kapal induk HNLMS Karel Doorman dan sejumlah kapal perang serta ribuan pasukannya.

Ternyata tidak mudah untuk menangani KRI Irian yang teknologinya terbilang baru bagi TNI AL, sehingga sejak bertugas pada 1962 terus dilakukan trial and error, malah konon, pernah menabrak kapal selam yang muncul ke permukaan.

Mungkin juga akibat perawatan dan penanganan yang kurang memadai, tiga dari enam boiler kapal itu rusak sebelum setahun digunakan, sehingga keandalan operasionalnya menurun.

Bahkan, setelah dua tahun dioperasikan (Maret 1964), KRI Irian dianggap sudah tidak laik laut, sehingga ditarik kembali ke pelabuhan Vladivostok, Soviet untuk diperbaiki dan baru kemudian difungsikan kembali oleh TNI AL usai perbaikan ala kadarnya (Agustus 1964) .

Kapal perang berbobot berat dipersenjatai kanon-kanon besar (152 mm sampai di atas 200 mm) di era perang modern saat ini sudah kuno, digantikan kapal-kapal lebih kecil berkemampuan siluman dan persenjataan jarak jauh serta presisi tinggi.

Tenggelamnya kapal perusak INS Eilath Israel oleh kapal patroli cepat AL Mesir jenis Komar (eks-Soviet) dengan rudal SS-N-2 Styx pada Oktober 1967, juga kapal penjelajah Argentina, ARA General Belgrano oleh torpedo kapal selam Inggris dalam Perang Malvinas 1983 membuktikan keunggulan kapal-kapal ukuran kecil melawan kapal besar.

Sementara yang terbaru, kerusakan parah yang dialami kapal penjelajah kebanggaan armada Laut Hitam Rusia RF Moskva oleh rudal darat ke laut R-360 Neptune milik Ukraina April 2022, menunjukkan keandalan rudal berjangkauan jauh dengan presisi tinggi.

Tidak terawat

Pasca-peristiwa G30S/PKI pada 1965, di tengah impitan ekonomi, sehingga dana APBN minim dan kesulitan suku cadang akibat renggangnya hubungan RI dan Soviet, perawatan KRI Irian terbengkalai.

Di era tersebut kemampuan ekonomi RI amat terbatas, investasi asing masih langka, bahkan sebagian PMA dinasionalisasi dan laju inflasi tidak terkendali. Jangankan untuk biaya perawatan kapal yang begitu besar, gaji PNS dan juga tentara saja sangat minim.

Nasib KRI Irian di jajaran TNI AL itu semakin miris di tahun-tahun berikutnya, dengan lebih banyak bersandar di dermaga karena kelangkaan suku cadang dan mahalnya biaya operasi, dan kabarnya KRI Irian dijadikan rutan sementara bagi tahanan politik (tapol) PKI, kala itu.

Tidak hanya KRI Irian, kapal-kapal perang lainnya dan berbagai jenis pesawat MiG dan pembom TU-16 juga mangkrak, tidak terawat, akibat minimnya anggaran dan juga renggangnya hubungan dengan Soviet setelah G30S.

Bahkan menjelang dekade 70-an, kabarnya sebagian palka KRI Irian sudah terendam air karena bocor di sana-sini, sementara pompa-pompa air tidak berfungsi.

Tidak jelas apa yang terjadi selanjutnya, karena walau berdasarkan perjanjian dengan Soviet, KRI Irian tidak bisa dialihkan ke pihak ketiga, dan kabarnya kapal kebanggaan RI itu dijual sebagai besi tua. versi lain menyebutkan, dijual ke Taiwan.

Ada lagi kabar burung lain yang mengungkapkan, kapal ditenggelamkan oleh Soviet di tengah perjalanan menuju negara pembeli. Entah, mana yang benar.

Selain melegenda saat menjadi milik TNI AL, KRI Irian juga pernah ditautkan dengan kisah mata-mata di era Perang Dingin lalu, yakni hilangnya penyelam Inggris Lionel Crab di Pelabuhan Portsmouth, Inggris pada 19 April 1956.

Crab yang mantan pasukan katak Inggris diduga dibunuh oleh pihak Soviet, usai melakukan pengintaian bawah air terhadap kapal Ordzonikidze yang membawa PM Nikita Kruschev dalam lawatannya.

Menurut pengakuannya sendiri, mengutip dari seorang saksi, sebelum dinyatakan hilang, Crab yang sudah pensiun dari AL Inggris dibayar untuk melakukan pengintaian di bawah lunas kapal Ordzhonikidze.

Sejumlah tokoh, seperti Laksamana (Purn) Widodo AS yang pernah menjabat Menkopolkam dan panglima TNI juga pernah menjadi perwira senjata di KRI Irian, sedangkan dr. Kartono Muhammad dan dr. Tarmizi Taher (mantan Menteri Agama) pernah menjadi petugas kesehatan kapal.

TNI AL agaknya perlu mengklarifikasi fakta sesungguhnya menyangkut apa yang terjadi dengan kapal KRI Irian, sebagai acuan sejarah, terutama bagi generasi muda.

*) Nanang Sunarto adalah mantan Wapempelred ANTARA

 

Copyright © ANTARA 2023