Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan bahwa tidak semua rumah sakit bisa menangani kasus pasien dengan gagal ginjal akut (GGA) secara langsung.

“Tidak semua RSUD bisa menangani kasus gagal ginjal akut. Misalnya RSUD Tarakan kan bisa, tapi RSUD Kramat belum tentu bisa,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi dalam Peluncuran Kajian COVID-19 TII di Jakarta, Senin.

Nadia menuturkan bahwa rumah sakit yang bisa menangani pasien gagal ginjal akut misalnya seperti rumah sakit vertikal yakni RSUP Fatmawati atau RSCM yang dibawahi langsung oleh Kemenkes.

Di rumah sakit vertikal, biaya perawatan bagi pasien yang terkena gagal ginjal akut (GGA) akan tetap ditanggung oleh negara melalui BPJS Kesehatan. Dengan demikian, pasien tidak perlu mengeluarkan biaya pribadi.

“Itu masih ditanggung (alat-alatnya juga). Itu termasuk pembiayaan oleh BPJS,” katanya.

Hanya saja dari semua perawatan yang diberikan, hanya obat Fomepizole yang dikonsumsi oleh pasien gagal ginjal akut yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan karena pengadaan diberikan langsung oleh pihak Kemenkes.

Baca juga: Kasus gagal ginjal akut dan pentingnya investigasi menyeluruh

Nadia mengimbau kepada pihak yang mengidap gagal ginjal akut untuk tetap melanjutkan perawatan di rumah sakit tempatnya dirujuk dan tidak berganti perawatan di tempat lain.

Dikhawatirkan jika pasien dengan gagal ginjal akut berobat ke rumah sakit lain, akan ada oknum di luar ketentuan Kemenkes yang memanfaatkan hal tersebut untuk meminta bayaran atau tidak memahami kondisi pasien seperti rumah sakit yang telah ditunjuk untuk menangani gagal ginjal akut.

“Kalau dia ke rumah sakit lain, satu mungkin dia (rumah sakit lain itu) tidak yakin ini (pasien apakah benar) benar terkena gagal ginjal akut atau (menyangka pasien hanya) mengaku-ngaku saja,” katanya.

Dalam kesempatan yang sama Nadia mengatakan bahwa santunan bagi para korban gagal ginjal akut masih dalam tahap diskusi oleh sejumlah kementerian terkait yakni Kemenkes, Kementerian Sosial, Kementerian Keuangan dan Kemenko PMK untuk membahas mekanisme pemberian lebih jauh.

“Sebenarnya Kemenkes tidak punya tusi untuk memberikan santunan ya, jadi bukan tugas kita. Tapi Kementerian Sosial masih mempertimbangkan. Itu yang masih dibahas karena masih ada petunjuk teknis, kriteria dan lain sebagainya,” ujarnya.

Baca juga: BPOM luncurkan aplikasi pelaporan efek samping obat

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023