Jakarta (ANTARA) - Komnas Perempuan akan terus memantau rekomendasi Sidang Universal Periodic Review (UPR) Siklus IV yang telah diadopsi Pemerintah Indonesia dan akan mengimplementasikannya.

"Kami akan terus memantau rekomendasi yang telah diadopsi Pemerintah Indonesia secara keseluruhan maupun sebagian," kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam keterangan, di Jakarta, Rabu.

Dikatakannya, Pemerintah Indonesia telah menerima 269 rekomendasi dari 108 negara peserta Sidang Universal Periodic Review (UPR) Siklus IV di Jenewa.

Menurut Andy Yentriyani, sebagian besar rekomendasi, terkait upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan pemajuan hak-hak perempuan, termasuk memastikan pelaksanaan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan melakukan penanganan pada kebijakan diskriminatif.

Baca juga: Komnas Perempuan minta dukungan publik sukseskan RUU PPRT

Baca juga: Perjuangan panjang lindungi hak-hak pekerja rumah tangga

Rekomendasi juga banyak yang terkait pemajuan pelindungan hak anak dan kelompok disabilitas, penguatan kerangka hukum dan institusional dan instrumen internasional, bisnis dan HAM, dan hak atas kesehatan, terutama kesehatan mental.

Dia juga berujar komitmen negara, partisipasi substantif masyarakat sipil, kerja sama lintas sektor, dan dukungan dari negara-negara sahabat merupakan kunci keberhasilan dari implementasi rekomendasi-rekomendasi tersebut.

Proses UPR telah dimulai sejak tahun 2022. Komnas Perempuan bersama kelompok masyarakat sipil juga telah berdialog dengan Pemerintah RI untuk mendukung adopsi  rekomendasi sebanyak-banyaknya.

"Meski diterima sebagian, Komnas Perempuan mengapresiasi langkah pemerintah menyampaikan komitmen untuk membahas ratifikasi Konvensi Penghilangan Paksa, RUU Masyarakat Adat, dan RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga. Payung hukum ini memiliki pengaruh signifikan untuk memutus kekerasan terhadap perempuan," kata komisioner Komnas Perempuan  Rainy Hutabarat. 

Komnas Perempuan menyayangkan adanya 59 rekomendasi yang ditolak. Salah satunya adalah rekomendasi untuk menghapus hukuman mati, yang dalam UU KUHP tahun 2023 ini diatur sebagai pidana alternatif dengan penekanan pada komutasi.

"Komnas Perempuan berpendapat bahwa hukuman mati bertentangan dengan amanat konstitusi untuk pemenuhan hak hidup yang tidak dapat dikurangi dalam kondisi apa pun, dan dengan komitmen Indonesia pada Deklarasi Universal HAM, Kovenan Hak-hak Sipil Politik dan juga Konvensi Menentang Penyiksaan," kata  komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini.  

Komnas Perempuan berharap pemerintah Indonesia juga akan terus mengupayakan pemajuan pemenuhan HAM dengan memastikan penghapusan diskriminasi dan kekerasan atas dasar apa pun, penegakan hukum pada berbagai dugaan pelanggaran HAM, pelindungan pembela HAM dan pencegahan konflik dan penggunaan kekerasan, khususnya di Papua.*

Catatan : Berita ini telah mengalami perbaikan pada tubuh berita pada Jumat (31/3/2023) pukul 11.11 WIB.

Baca juga: Komnas Perempuan dorong pembahasan RUU PPRT libatkan kelompok PRT

Baca juga: Komnas dorong perempuan dilibatkan dalam rencana alih fungsi hutan

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023