Jakarta (ANTARA) - Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani meminta masyarakat agar peka terhadap lingkungan sekitar untuk mencegah terjadinya kekerasan berbasis gender.

"Masyarakat hendaknya meningkatkan kewaspadaan terhadap lingkungan sekitar untuk mencegah terjadinya kekerasan berbasis gender," kata Andy Yentriyani dalam seminar daring bertajuk "Memahami Femisida sebagai Bentuk Kekerasan Gender Terhadap Perempuan", di Jakarta, Selasa.

Dengan meningkatkan kewaspadaan terhadap lingkungan sekitar, kata dia,  dapat menyikapi secara cepat dan tepat kekerasan berbasis gender, khususnya dalam relasi intim dan kekerasan seksual.

"Dengan masyarakat lebih peka terhadap lingkungan diharapkan dapat mencegah terjadinya femisida langsung maupun femisida tidak langsung," katanya.

Baca juga: Komnas Perempuan terima laporan kekerasan sedikitnya 12 kasus per hari

Ia menjelaskan femisida merupakan pembunuhan terhadap perempuan yang didorong oleh kebencian, dendam, penaklukan, penguasaan, dan pandangan terhadap perempuan sebagai barang kepemilikan sehingga boleh berbuat sesuka hatinya.

Femisida berbeda dari pembunuhan biasa karena femisida mengandung aspek ketidaksetaraan gender, dominasi, maupun agresi.

Dalam kesempatan tersebut, Andy Yentriyani mencontohkan kasus kematian Pendeta Flo atau Florensye Selvin Gaspersz di Maluku, yang tergolong bentuk femisida tidak langsung.

"Pendeta Flo dikenali oleh lingkungannya sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan suaminya sehingga menimbulkan kecurigaan bahwa ini merupakan kasus pembunuhan," katanya.

Baca juga: Komnas: Penganiayaan berujung kematian di Surabaya merupakan femisida

Andy Yentriyani menambahkan bahwa kekerasan yang dialami Flo menyebabkan dia tidak dapat menjalankan tugas pelayanan kepada jemaat sehingga Flo pun kehilangan mata pencaharian.

Dua hari sebelum Flo ditemukan meregang nyawa, menurut dia, suami Flo melakukan tindak penganiayaan fisik kepada Flo di depan masyarakat.

"Para pemuka masyarakat melaporkan tindakan suami Flo kepada kepolisian, tetapi tidak ada tindakan yang diambil dengan alasan bahwa laporan KDRT harus dilakukan oleh korban langsung," katanya.

Kemudian intimidasi psikis dilakukan oleh suami Flo melalui percakapan pada aplikasi perpesanan pada hari berikutnya.

"Ini menyebabkan pendeta perempuan tersebut mengurung diri sebelum keesokan harinya ditemukan tak bernyawa. Polisi melakukan penyelidikan lanjutan dan mengkonfirmasi bahwa ini adalah kasus bunuh diri," kata Andy Yentriyani.

Baca juga: Komnas Perempuan: KDRT kasus kekerasan terbanyak yang dilaporkan

Sementara menurut Komnas Perempuan, kasus ini tergolong femisida tidak langsung karena jenis kekerasan dan dampak berbasis gender menjadi pemicu keputusan bunuh diri yang diambil oleh korban.

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2023