Jakarta (ANTARA) - Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) mendukung pengembangan wilayah kelola masyarakat hukum adat agar mandiri dan optimal dalam membangun potensi yang dimiliki mulai dari pariwisata bahari, budaya maritim, budi daya, hingga restorasi.

"Melalui pemanfaatan potensi tersebut, dapat mewujudkan pengelolaan yang optimal dan mandiri sebagai sumber pendanaan pengelolaan masyarakat hukum adat itu sendiri,” kata Senior Manajer YKAN Lukas Rumetna dalam keterangan di Jakarta, Kamis.

Pada 22-25 Maret 2023, YKAN bersama mitranya telah mendukung pagelaran festival adat Munara Beba Byak Karon yang berlangsung di Wenur Raya, Kabupaten Tambrauw, Provinsi Papua Barat Daya.

Kegiatan festival adat itu bertujuan untuk memperkuat masyarakat hukum adat Biak Karon.

Baca juga: Peneliti PRHIA USK serahkan hasil kajian hutan adat Aceh ke KLHK

Baca juga: Guru Besar: KUHP nasional mengakui hukum masyarakat adat


Berbagai atraksi ditampilkan dalam festival itu mulai dari budaya, kuliner, kerajinan, produk khas lokal, dan berbagai seni tradisi lainnya.

Festival itu menjadi momen menghidupkan kembali ragam adat masyarakat Biak Karon yang sempat terlupakan selama beberapa generasi.

Penguatan masyarakat hukum adat dengan memadukan pengetahuan tradisional dan modern menjadi kunci dalam melestarikan keanekaragaman hayati dan membangkitkan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat.

“Memanfaatkan alam dengan bijak inilah yang diajarkan leluhur kami. Lewat festival itu dan kembalinya tradisi sasi menjadi upaya bagi kami untuk senantiasa merawat alam untuk hari ini hingga nanti,” kata Ketua Dewan Adat Suku Biak Karon Yunus Rumansara.

Sejak 2016, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah melakukan fasilitasi pengakuan dan perlindungan terhadap 27 masyarakat hukum adat yang tertuang dalam 20 Peraturan Bupati/Wali Kota, salah satunya adalah masyarakat hukum adat Biak Karon di Werur Raya melalui Peraturan Bupati Tambrauw Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Werur di Distrik Bikar dalam Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut Berbasis Hukum Adat Kabupaten Tambrauw.

YKAN pun memandang bahwa sebuah kerangka pengelolaan yang baik bisa memberikan manfaat yang lebih besar terhadap wilayah kelola masyarakat hukum adat di Werur Raya, baik secara ekonomi dan ekologi dalam aspek keberlanjutan sumber daya alam.

Festival Adat Munara Beba Byak Karon menghadirkan berbagai lomba yang berakar pada budaya asli Biak -suku pendatang di wilayah Tambrauw- dan telah berasimilasi dengan suku Abun yang merupakan warga asli Tambrauw.

Aneka perlombaan itu berupa lomba dayung tradisional, memancing, tari yospan, dan lagu tradisi Biak Karon. Gelaran festival itu ditutup dengan pengukuhan komitmen warga Biak Karon dalam menjaga kelestarian laut melalui upacara tutup sasisen (sasi).

Sasi dilakukan untuk melindungi biota yang ada di sekitar kawasan, yakni udang, teripang, kelelawar, penyu, karang, bia mata bulan, dan lola.

“Untuk kali pertama, seluruh keret (marga) Biak Karon berkumpul dan saling membantu untuk mendukung kegiatan itu. Dengan dukungan YKAN dan mitra, kegiatan sasi, yang sudah lama ditinggalkan masyarakat Biak Karon, kembali dihadirkan untuk menjaga kelestarian kekayaan biota laut di Tambrauw,” kata tokoh agama masyarakat Biak Karon, Hans Mambrasar.

Pada festival tersebut, YKAN juga menyerahkan sebuah kapal cepat kepada masyarakat Biak Karon untuk mendukung kegiatan pengawasan wilayah PERAIRAN masyarakat hukum adat.

Kapal yang dikelola oleh Kelompok Masyarakat Pengawas Farus Sem itu menjadi cara untuk melindungi wilayah perairan masyarakat hukum adat dari praktik perikanan yang tidak ramah lingkungan dan melakukan penangkapan berlebihan.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, Perikanan dan Kelautan Provinsi Papua Barat Daya, Absalom Solossa mengatakan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.

"Untuk mendukung pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan bagi masyarakat hukum adat diperlukan perencanaan pengelolaan, serta pengawasan dan pengendalian, yang implementasinya dilakukan oleh lembaga pengelola masyarakat hukum adat,” ucap Absalom.*

Baca juga: Masyarakat Hukum Adat Riau terima pengakuan dari KLHK

Baca juga: KY-APHA sepakat tingkatkan kapasitas hakim terkait hukum adat

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023