Jakarta (ANTARA) - Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) menggelar pelatihan penggalangan dan pengelolaan dana kawasan konservasi Masyarakat Hukum Adat (MHA) Papua Barat Daya yang berkelanjutan dan mandiri.

Manajer Senior Bentang Laut Kepala Burung YKAN, Lukas Rumetna dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Jakarta, Senin, menyatakan pelatihan yang digelar bersama Dinas Pangan, Pertanian, Kelautan dan Perikanan (DPPKP) Provinsi Papua Barat Daya itu bertujuan meningkatkan kapasitas MHA agar mampu mengelola kawasan konservasi adat, sehingga berdampak menyejahterakan masyarakat.

Baca juga: YKAN dukung penguatan perempuan di Raja Ampat lewat pengelolaan sasi

Pelatihan yang digelar di Sorong, Papua Barat Daya pada 9-11 Januari 2024 itu dihadiri perwakilan Dewan Adat dari kampung-kampung yang berada di wilayah Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Sorong, dan Kabupaten Tambrauw. Para peserta berasal dari Distrik Misool Utara, Distrik Makbon, Distrik Selemkai, Distrik Mega, Distrik Moraid (Maksegara), serta Distrik Werur.

Ia menjelaskan kampung-kampung tersebut tengah berupaya agar wilayah perairannya menjadi kawasan konservasi, termasuk sekitar 19.000 hektare wilayah kelola MHA yang tersebar di Kabupaten Sorong dan Kabupaten Tambrauw.

Menurut dia, untuk mencapai target konservasi serta memiliki manfaat ekonomi di wilayah kelola MHA, diperlukan penganggaran yang tepat dan berkelanjutan dalam menjalankan rencana pengelolaannya.

"Penganggaran dapat membantu lembaga pengelola kawasan konservasi dan lembaga pengelola wilayah MHA untuk menjalankan fungsi monitoring, pendampingan, penyebarluasan informasi, pengendalian, serta peningkatan kapasitas masyarakat,” katanya.

Sementara itu, Ketua Unit Pengelola MHA Malaumkarta Torianus Kalami yang menjadi peserta pelatihan mengucapkan terima kasih karena pelatihan itu memotivasi untuk mengelola kawasan konservasi secara serius yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat.

Baca juga: YKAN dukung pengembangan masyarakat hukum adat

"Materi dalam pelatihan ini sangat penting untuk mendukung pengelolaan kawasan konservasi yang berkelanjutan dan mendatangkan manfaat ekonomi bagi masyarakat di sekitar wilayah kelola MHA,” ujarnya.

Lebih lanjut, Lukas menambahkan saat ini lembaga pengelola kawasan adat masih sangat baru dan belum memiliki pendanaan yang memadai dan mandiri untuk menjalankan fungsi pengelolaan wilayah konservasi.

Pelatihan dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu pengenalan dan pembahasan mengenai penggalangan dana (fundraising), serta bimbingan teknis penggalangan dana.

Para peserta mendapat pemaparan terkait penggalangan dana serta menyusun kerangka proposal dengan mengambil studi kasus sesuai dengan kondisi di wilayah setempat.

Kemudian, dilanjutkan dengan diskusi kelompok untuk merumuskan rangkaian program dan aktivitas serta membangun pemahaman mengenai penggalangan dana yang efektif dan tepat guna, termasuk tata cara menyampaikan dan mengusulkan program-program yang diajukan melalui proposal kepada calon donor.

Baca juga: Tokoh Adat: Pengakuan hak ulayat instrumen cegah konflik di Papua

Baca juga: Sorong siapkan Perbup hukum adat untuk perlindungan hutan


“Fundraising sangat penting bagi lembaga atau organisasi sosial untuk mendukung jalannya program dan operasional lembaga pengelola,” kata Direktur Pengembangan dan Pemasaran YKAN Ratih Loekito.

YKAN adalah organisasi nirlaba berbasis ilmiah yang hadir di Indonesia sejak 2014 dengan misi melindungi wilayah daratan dan perairan sebagai sistem penyangga kehidupan.

Organisasi itu memberikan solusi inovatif demi mewujudkan keselarasan alam dan manusia melalui tata kelola sumber daya alam yang efektif, mengedepankan pendekatan non-konfrontatif, serta membangun jaringan kemitraan dengan seluruh pihak untuk Indonesia yang lestari.

Pewarta: Budhi Santoso
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2024