Lukisan yang ada berwarna putih dengan motif perahu, buaya, topeng, manusia berdiri, cap tangan warna merah, lukisan manusia berdiri warna merah."
Jayapura (ANTARA News) - Di Teluk Mayalibit, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat ditemukan batu yang berbentuk alat kelamin laki-laki yang oleh penduduk setempat mempunyai nilai religius dan dikeramatkan, kata Hari Suroto, staf peneliti dari Balai Arkeologi Jayapura, Rabu.

Menurut dia, ada dua batu yang berbentuk alat kelamin laki-laki yang menggantung di atas permukaan air yang mana batu ini terdapat pada tebing karst di Teluk Mayalibit, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. "Kedua batu ini berupa stalaktit yang berbentuk alat kelamin laki-laki pada tebing karst di Teluk Mayalibit. Batu ini masing-masing memiliki panjang tiga meter dengan diameter 40 sentimeter," katanya.

Menurut cerita penduduk setempat, lanjut Hari, kedua batu tersebut sudah ada sejak dahulu kala dan tidak ada keterangan secara jelas tentang asal usulnya. Namun batu tersebut dipercaya bahwa dapat memberikan keturunan bagi orang yang tidak mempunyai anak dengan hanya menyentuhnya atau memegangnya. "Selesai menyentuh atau memegangnya kemudian sebuah uang koin dipersembahkan di ujung batu kelamin laki-laki ini," kata Hari

Kedua batu ini dapat dikategorikan sebagai tradisi megalitik. Batu kelamin laki-laki ini merupakan obyek yang menarik untuk dikembangkan sebagai destinasi baru di Raja Ampat, namun hingga saat ini lokasi batu kelamin laki-laki ini belum diketahui oleh banyak orang. "Untuk itu dinas terkait dapat mempromosikan keberadaan kedua batu ini untuk wisata," ujarnya.

Selain itu, survei yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Jayapura di akhir November lalu diketahui bahwa di beberapa pulau-pulau karang di Teluk Kabui, Kabupaten Raja Ampat terdapat lukisan prasejarah pada tebing karst dengan letak astronomis 00 19` 48,4" LS dan 130 35` 22,0" BT. "Lukisan yang ada berwarna putih dengan motif perahu, buaya, topeng, manusia berdiri, cap tangan warna merah, lukisan manusia berdiri warna merah," katanya. (ANT)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2012