Semarang (ANTARA) - Partai politik peserta pemilu, termasuk calon anggota legislatif di dalamnya, kemudian calon perseorangan yang akan berkontestasi pada Pemilu Anggota DPD RI dianggap tahu aturan teranyar kepemiluan.

Begitu pula warga negara Indonesia yang akan memperebutkan kursi orang nomor 1 dan 2 di Republik Indonesia, juga mau tak mau mengetahui perubahan norma-norma kepemiluan di tengah tahapan Pemilu 2024.

Dengan diundangkannya UU Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menjadi Undang-Undang (UU Perpu Pemilu) dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, setiap orang dianggap telah mengetahuinya.

Misalnya, ketentuan durasi kampanye lebih singkat dari aturan dalam Pasal 276 UU No. 7/2017 (UU Pemilu), berlaku mengikat. Dengan demikian, ketidaktahuan caleg maupun pasangan calon mengenai aturan baru itu tidak dapat membebaskan mereka dari sanksi.

Dalam Pasal 276 UU Pemilu disebutkan bahwa kampanye pemilu dilaksanakan sejak 3 hari setelah ditetapkan daftar calon tetap (DCT) anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota untuk pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD serta pasangan calon untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) sampai dengan dimulainya masa tenang.

Dalam UU Penetapan Perpu Pemilu mengubah pelaksanaan kampanye sejak 25 hari setelah penetapan DCT anggota DPR, anggota DPD, anggota DPRD provinsi, dan anggota DPRD kabupaten/kota untuk pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD.

Sementara itu, masa kampanye pasangan calon presiden/wakil presiden dimulai sejak 15 hari setelah ditetapkan pasangan calon atau peserta Pemilu Presiden/Wakil Presiden RI sampai dengan dimulainya masa tenang.

Perubahan aturan itu juga berimplikasi pada sejumlah peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), antara lain, PKPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024.

Disebutkan dalam PKPU itu bahwa masa kampanye pemilu pada tanggal 28 November 2023 sampai dengan 10 Februari 2024, masa tenang mulai 11 hingga 13 Februari 2024, kemudian hari pencoblosan pada hari Rabu, 14 Februari 2024.

Pencalonan anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dimulai pada tanggal 6 Desember 2022 sampai dengan 25 November 2023, kemudian pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota mulai 24 April 2023 hingga 25 November 2023.

Jadwal pencalonan presiden/wakil presiden, sebagaimana aturan dalam PKPU Nomor 3 Tahun 2022, mulai 19 Oktober 2023 hingga 25 November 2023.

Selain PKPU yang mengatur tahapan dan jadwal penyelenggaraan Pemilu 2024 yang perlu ada perubahan, juga PKPU No. 33 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas PKPU No. 23 tentang Kampanye Pemilihan Umum.

Merujuk pada Pasal 25 PKPU Kampanye Pemilu, sejak penetapan partai politik sebagai peserta pemilu dilarang melakukan kampanye sebelum dimulainya masa kampanye.

Kendati demikian, partai politik dapat melakukan sosialisasi dan pendidikan politik di internal partai politik dengan metode pemasangan bendera parpol peserta pemilu dan nomor urutnya.

Peserta pemilu anggota legislatif juga dapat melakukan pertemuan terbatas. Dalam ketentuan ini, parpol memberitahukan secara tertulis kepada KPU dan Bawaslu paling lambat 1 hari sebelum kegiatan tersebut.

Dengan adanya perubahan aturan main melalui UU Perpu Pemilu, masa sosialisasi lebih panjang, sedangkan masa kampanye lebih singkat.

Oleh karena itu, parpol peserta pemilu, calon perseorangan, maupun pasangan calon presiden/wakil presiden memanfaatkan masa sosialisasi dengan sebaik-baiknya, mengingat masa kampanye relatif singkat.


Batasan kampanye

Batasan kampanye ini perlu diketahui seluruh pemangku kepentingan kepemiluan. Tidak hanya penyelenggara pemilu, tetapi juga masyarakat yang berkeinginan Pemilu 2024 berasaskan: langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Peran serta masyarakat dalam pengawasan pemilu ini sangat dinantikan. Kendati demikian, sebelum melaporkan kader parpol atau caleg ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), seyogianya mengetahui batasan kampanye pemilu.

Dalam UU Pemilu disebutkan bahwa kampanye pemilu adalah kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program, dan/atau citra diri peserta pemilu.

Dugaan pelanggaran pemilu dalam pembagian amplop berlogo PDI Perjuangan yang berisi uang Rp300 ribu di salah satu masjid di Sumenep, Jawa Timur, perlu menjadi pelajaran semua pemangku kepentingan.

Hal itu terkait dengan kesimpulan Bawaslu RI bahwa pembagian itu tidak dapat dilakukan penanganan dugaan pelanggaran pemilu. Lembaga penyelenggara pemilu ini menilai peristiwa tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran pemilu dalam hal ini terkait dengan kampanye karena sejumlah alasan. (Sumber: ANTARA, 6 April 2023).

Alasan yang disampaikan Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja, yakni: Pertama, secara hukum, jadwal kampanye belum dimulai. Berdasarkan PKPU No. 3 Tahun 2022, kampanye mulai 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024.

Kedua, meskipun PDI Perjuangan merupakan partai politik peserta Pemilu 2024, peristiwa pembagian amplop diketahui dilakukan atas dasar inisiatif personal, dalam hal ini Said Abdullah.

Ketiga, Said Abdullah merupakan kader PDI Perjuangan dan anggota DPR RI, yang bersangkutan bukan merupakan kandidat atau calon apa pun dalam Pemilu 2024.

Hasil penelusuran dari Bawaslu RI melalui Bawaslu Kabupaten Sumenep terkait dengan kasus itu sejak 27 Maret 2023 hingga 2 April 2023, pihaknya menemukan sejumlah fakta.

Amplop itu diberikan melalui pengurus masjid kepada jamaah di sejumlah masjid di tiga kecamatan, usai salat Tarawih pada hari Jumat (24/3). Tiga kecamatan itu adalah Batang-Batang, Kota Sumenep, dan Kecamatan Manding.

Kedua, ciri-ciri amplop yang dibagikan adalah berwarna merah, terdapat gambar logo PDI Perjuangan, gambar anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR Said Abdullah serta Ketua DPC PDI Perjuangan Sumenep Achmad Fauzi, dan berisi uang Rp300 ribu.

Diketahui bahwa uang itu bersumber dari Said Abdullah yang disalurkan melalui lembaga Said Abdullah Institute (SAI). Uang tersebut kemudian diserahkan kepada pengasuh pondok pesantren atau takmir masjid.

Saat pembagian amplop, tidak terdapat ajakan atau imbauan untuk memilih Said Abdullah atau Ahcmad Fauzi. Di samping itu, diketahui pula pembagian uang tersebut merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh Said Abdullah hampir setiap tahun yang dianggapnya sebagai zakat.

Kesimpulan Bawaslu tersebut, setidaknya memberi pengetahuan kepada masyarakat mengenai aturan main kampanye. Oleh karena itu, UU Perpu Pemilu perlu segera disosialisasikan setelah diundangkan.

 

Copyright © ANTARA 2023