Saya merasa puas dan saya tak merasa untuk meminta maaf karena itu adalah pandangan yang saya rasa benar,"
Kuala Lumpur (ANTARA News) - Tan Sri Zainuddin Maidin, bekas Menteri Penerangan Malaysia yang menyebut BJ Habibie sebagai pengkhianat bangsa dalam ulasannya mengenai persamaan mantan Presiden Indonesia itu dengan Anwar Ibrahim, merasa puas dan menolak minta maaf atas tulisannya itu.

"Saya merasa puas dan saya tak merasa untuk meminta maaf karena itu adalah pandangan yang saya rasa benar," katanya ketika menerima sejumlah wartawan Indonesia di kediamannya di Putrajaya, Malaysia, Selasa.

Menurut dia pandangannya tentang kesamaan Habibie dan Anwar Ibrahim itu tidak akan meretakkan hubungan kedua negara karena kehadiran Habibie di Malaysia itu tidak mewakili bangsa Indonesia.

"Kehadiran Habibie dalam di Universitas Selangor, baru-baru ini tidak mewakili bangsa Indonesia. Dengan alasan itu, maka tidak tahu apa perlunya saya minta maaf," tegasnya.

Tulisannya itu, menurut Maidin, untuk menunjukkan campur tangan Habibie dalam urusan Malaysia.

Ketika ditanya perihal ungkapannya mengenai Habibie pengkhianat bangsa, ia menjelaskan bahwa ketika menjadi presiden, dia telah menyebabkan Timor Timur terlepas dari NKRI.

Maidin mengatakan pengetahuan lainnya tentang Habibie juga diperolehnya dari pembicaraan orang Indonesia sendiri diantaranya dari supir taksi.

"Banyak orang sebut zaman Pak Harto lebih baik, mudah cari uang, Indonesia lebih bahagia dan gemilang," ungkapnya mengutip ucapan supir taksi di Indonesia.

Habibie baru-baru ini diundang oleh Ketua Umum Parti Keadilan Rakyat Anwar Ibrahim untuk memberikan ceramah di Universiti Selangor.

Maidin sendiri tidak hadir dalam acara tersebut dan tidak tahu apa yang menjadi pembicaraan Habibie dalam forum tersebut. Ia mengaku hanya mendapatkan informasi dari sejumlah media yang dibacanya.

"Saya memang tidak hadir dalam acara tersebut, tapi saya baca dari media online," ungkap dia.

Mengenai tulisannya itu telah menimbulkan reaksi keras di Indonesia, dirinya mengaku tidak tahu dan tidak terfikirkan.

Yang terpenting, kata dia, pesan dari tulisan tersebut adalah agar pihak lain memahami bahwa bangsa Melayu tidak suka bangsa asing ikut campur dalam politik negaranya.
(N004/Z003)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2012