... kalau saya memberi uang ke pejabat pakai uang sendiri, di mana kerugian negaranya?... "
Jakarta (ANTARA News) - Iklim birokrasi di Indonesia dinilai tidak proinvestasi dan bahkan pejabat cenderung mencari keuntungan pribadi sehingga banyak yang terjerat kasus korupsi. 

Kondisi itu, kata ahli hukum, Yusril Mahendra, di Jakarta, Kamis, sehingga rakyat dirugikan dan kalangan pengusaha menjadi korban karena dipaksa situasi untuk melakukan penyuapan.

"Akibatnya masyarakat menilai negatif pengusaha. Negeri ini aneh, pengusaha dimusuhi, padahal pengusaha berperan besar menyejahterakan rakyat. Seberapa besar negara bisa mempekerjakan rakyatnya? Makanya kita butuh pengusaha," katanya.

Dia menegaskan pemerintah harus membangun iklim yang baik bagi investasi demi percepatan pertumbuhan perekonomian. Selain itu juga harus segera ada pembenahan agar kalangan investor tidak mudah terjebak dalam perilaku koruptif aparat birokrasi.

Pada kesempatan sama, pakar hukum pidana, Prof Indriyanto Senoaji, mengatakan, selain masalah birokrasi yang buruk, maka salah satu penyebab banyak kepala daerah terlibat korupsi karena tumpang-tindih UU tentang korupsi.

"Di sini memberi uang kepada pejabat disebut korupsi. Kalau saya pengusaha, kalau saya memberi uang ke pejabat pakai uang sendiri, di mana kerugian negaranya? Dulu saya ikut merumuskan UU ini, tapi bahkan sekarang saya jadi bingung sendiri," katanya.

Ditegaskan, perlu ada perbaikan definisi antara pemerasan dan penyuapan. Sebab saat ini banyak pejabat daerah yang meminta-minta uang untuk mengurus perizinan. Jika, tidak diberi uang, izin tidak akan keluar.

Untuk kasus seperti ini, lanjutnya, jika dilaporkan ke penegak hukum tidak bisa karena tidak ada bukti, kecuali dengan melakukan penjebakan.

"Kalau melakukan penjebakan untuk menjerat orang, itu ilegal. Bukti-bukti yang didapat tidak bisa dipakai dalam pengadilan. Karena tidak ada solusi, akhirnya pengusaha memberi uang saja ke pejabat. Namun, kalau memberi uang jadinya dituduh suap. Ini kan dilematis," katanya.

(A011/S025)

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2012