Malang (ANTARA) - Aktor Deddy Mizwar mengemukakan bahwa berdakwah bisa dilakukan dengan berbagai media seni dan budaya, termasuk lewat tontonan.

"Berdakwah melalui seni dan budaya di masa kini jauh lebih mudah ketimbang beberapa puluh tahun lalu, karena di era digital saat ini banyak media yang bisa digunakan, misalnya Youtube dan Tik Tok," kata Deddy Mizwar dalam Tadarus Ramadhan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) di Dome kampus setempat di Malang, Jawa Timur, Jumat.

Deddy mengatakan saat ini membuat film ataupun konten berisi kebaikan bisa menggunakan telepon genggam saja. Kemudian, ditayangkan di berbagai alternatif media yang bisa dilihat banyak orang. Berbeda dengan zaman dulu yang hanya punya dua alternatif, yakni televisi (TV) atau layar lebar dengan biaya relatif mahal.

“Oleh karena itu, sekarang jauh lebih mudah ketimbang dulu. Jadi, dakwah lewat seni dan budaya saya kira harus banyak dan harus lebih kreatif. Adapun tantangan yang harus dihadapi di masa kini adalah konten apa yang akan dibuat dan seberapa menarik konten itu,” katanya.

Baca juga: Film "Buya Hamka" menginspirasi Alfie Alfandy berdakwah dengan positif

Pada kesempatan itu, Deddy yang juga Dewan Pakar LSB PP Muhammadiyah itu sempat menceritakan awal mula upayanya membuat konten dengan muatan religius Islami. Ia merasa, dulu beragam tontonan elektronik tidak mencerminkan bahwa Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbanyak di dunia. Meskipun lebih dari 85 persen warga negara Indonesia adalah Muslim, tayangan yang tersedia tidak mencerminkan fakta itu.

Ia memulai gerakan membuat tontonan dengan unsur Islami di dalamnya. Berawal dari mendapat kesempatan mengisi ruang di salah satu TV swasta, yakni membuat serial berjudul Abu Nawas. Namun, upaya itu tidak mudah. Ia harus bisa meyakinkan bahwa konten Islami akan banyak disukai masyarakat.

“Bahkan saat itu, saya bilang ke pihak TV bahwa mereka tidak perlu membayar saya sebagai produser. Bayar saya kalau saya main di dalamnya sebagai aktor. Tapi dalam hati, saya sangat yakin bahwa keluarga Islam di Indonesia memang sangat membutuhkan tayangan dengan muatan Islami,” ujarnya.

Deddy menilai bahwa film itu ibarat sihir. Bisa membuat penontonnya menangis, tertawa maupun marah hanya lewat gambar dan video. Maka, penetrasi film tentu sangat mempengaruhi penontonnya.

Baca juga: Wapres mengapresiasi digitalisasi dakwah Nahdlatul Wathan

Ia menegaskan bahwa tanggung jawab ini memang harus diemban oleh berbagai elemen masyarakat. Bukan hanya terbatas di TV atau film, tetapi juga tontonan yang ada di media sosial secara luas.

Deddy mengatakan film juga menjadi refleksi dari realita yang ada di masyarakat. Menurut dia, budaya yang beragam milik Indonesia mempunyai potensi yang luar biasa, tetapi kurang tergarap optimal.

“Jika ada yang bertanya kenapa saya berupaya membuat film dan konten religius Islami, saya akan menjawab bahwa itu adalah bentuk rasa syukur. Utamanya atas karunia dan kemampuan membuat film yang telah dianugerahkan Allah kepada saya dalam hidup ini," ucapnya.

Baca juga: Drone Emprit: Muhammadiyah perlu beri perhatian pada AI demi dakwah

Ia mengaku jika bikin tontonan yang tidak jelas, untung secara finansial belum tentu didapat, tetapi malah rugi, karena memberikan hal yang tidak baik. "Sebaliknya, tontonan Islami mungkin belum memberikan untung secara materi, tetapi saya sudah pasti untung karena bernilai ibadah,” ujarnya.

Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2023