Lagos (ANTARA) - Nigeria menerbitkan izin sementara untuk vaksin malaria R21 buatan Universitas Oxford, kata badan pengawas obat-obatan setempat pada Senin pekan ini. Hal ini membuat Nigeria menjadi negara kedua yang mengizinkan vaksin ini setelah Ghana.

Penyakit yang ditularkan melalui nyamuk itu membunuh lebih dari 600.000 orang setiap tahun yang kebanyakan bayi dan anak-anak Afrika.

Nigeria yang merupakan negara terpadat di Afrika menjadi negara yang terpapar parah penyakit malaria hingga mencapai 27 persen dari kasus global dan 32 persen dari tingkat kematian secara global, kata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam laporannya mengenai malaria.
 
"Izin sementara untuk Vaksin Malaria R21 sudah diberikan dan ini harus dijalankan sesuai dengan Pedoman Implementasi Vaksin Malaria WHO," kata badan pengawas obat dan makanan Nigeria (AFDA).

"Sembari menerbitkan izin, AFDA juga membicarakan perlunya perluasan uji klinis yang mencakup uji klinis fase 4/riset Pharmacovigilance (keamanan obat) yang akan dilakukan di Nigeria," kata dirjen badan ini, Mojisola Christianah Adeyeye.

Belum diketahui pasti kapan vaksin ini diluncurkan di Nigeria atau Ghana sebab sejumlah badan pengawas obat lainnya termasuk WHO masih meninjau keamanan dan keampuhan vaksin tersebut.

Baca juga: Ghana negara pertama setujui vaksin malaria buatan Oxford

Vaksin anak di wilayah termiskin di Benua Afrika biasanya didanai bersama oleh sejumlah organisasi internasional seperti aliansi vaksin Gavi setelah mengantongi persetujuan WHO.

Data tahap menengah dari uji coba R21 yang melibatkan lebih dari 400 anak muda yang dirilis September tahun lalu menunjukkan kemanjuran vaksin ini antara 70-80 persen dalam 12 bulan setelah dosis keempat.

Data uji klinis tahap 3 yang sedang berlangsung dan melibatkan 4.800 anak di Burkina Faso, Kenya, Mali dan Tanzania akan dipublikasi dalam beberapa bulan mendatang.

Vaksin pertama malaria Mosquirix yang diproduksi perusahaan Inggris GSK sudah dianjurkan WHO tahun lalu setelah puluhan tahun dikembangkan. Namun, kurangnya dana dan peluang komersial membuat GSK tidak mampu menghasilkan dosis yang cukup.

Universitas Oxford memiliki kontrak dengan Serum Institute of India untuk memproduksi maksimum 200 juta dosis vaksin R21 per tahun.

Baca juga: BioNTech mulai ujicoba vaksin malaria

Sumber: Reuters

Penerjemah: Asri Mayang Sari
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2023