Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis anak konsultan hematologi onkologi Novie Amelia Chozie mengemukakan pencegahan pendarahan merupakan aspek penting dari penanggulangan kasus kematian akibat hemofilia.

"Pedoman dari World Health Organization (WHO) dan World Haemophilia Foundation (WFH) merekomendasikan terapi profilaksis reguler dengan penggantian faktor pembekuan, yang memungkinkan penderita hemofilia untuk menjalani hidup normal tanpa rasa ketakutan terus menerus akan mengalami pendarahan spontan," kata Novie Amelia Chozie di Jakarta, Selasa.

Hemofilia adalah kelainan perdarahan langka yang bersifat genetik, yang ditandai dengan kekurangan faktor pembekuan dalam darah, sehingga mengakibatkan pendarahan yang sebagian besar terjadi di sendi dan otot.

Penyakit langka ini disebabkan oleh kerusakan gen yang mengatur produksi faktor pembekuan darah, yaitu Faktor VIII (hemofilia A) atau Faktor IX (hemofilia B), meskipun pada sekitar sepertiga kasus disebabkan oleh mutasi spontan.

Ia mengatakan pendarahan merupakan aspek penting dari penanganan karena membantu meminimalkan risiko episode pendarahan yang berpotensi mengancam jiwa dan menyebabkan komplikasi kerusakan sendi yang dapat menyebabkan cacat permanen.

Pendekatan tersebut juga dapat mengurangi kebutuhan perawatan yang mahal dan invasif, seperti operasi sendi, rawat inap, dan transfusi darah, meningkatkan kualitas hidup, mobilitas, dan perawatan sendi secara keseluruhan.

Selain itu, kata Novie, mencegah pendarahan dapat mengurangi beban ekonomi pada sistem perawatan kesehatan dan keluarga, menjadikannya aspek penting dari perawatan hemofilia yang komprehensif.

Jika terjadi pendarahan akut, kata Novie, faktor pembekuan harus diberikan dalam waktu dua jam untuk mencegah perburukan dan komplikasi, serta meminimalkan perawatan intensif.

Dalam kasus perdarahan yang mengancam jiwa, terutama di area kritis seperti kepala, leher, dada, dan saluran pencernaan, pengobatan harus segera dimulai, bahkan sebelum penilaian diagnostik selesai, kata Novie menambahkan.

Vice President & General Manager, Novo Nordisk Indonesia Sreerekha Sreenivasan mengatakan hemofilia merupakan kondisi kronis yang memberikan pengaruh besar terhadap kehidupan penderita dan keluarganya sepanjang hidup mereka.

"Kami berharap dapat memberdayakan orang dengan hemofilia sehingga mereka bisa hidup tanpa batasan dan memberikan mereka kesempatan untuk berpartisipasi penuh dalam kegiatan yang mereka sukai dan mencapai potensi mereka sepenuhnya," katanya.

Baca juga: Apakah hemofilia bisa disembuhkan?

Sejak 1989, WFH telah mencanangkan 17 April sebagai Hari Hemofilia Sedunia untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan penyakit kelainan langka pada darah ini.

Terlepas dari berbagai upaya yang telah dilakukan, penanganan kasus hemofilia masih menghadapi berbagai tantangan, terutama di negara berkembang seperti Indonesia.

Hemofilia diperkirakan terjadi pada sekitar 1 per 10.000 orang, dengan jumlah total 400,000 orang di seluruh dunia hidup dengan hemofilia.

Studi pada 2021 menemukan bahwa jumlah pasien hemofilia di Indonesia seharusnya telah mencapai 27.636 kasus, tetapi hanya 2.425 pasien atau kurang dari 10 persen yang terdiagnosa sebagai hemofilia A dan mendapatkan perawatan.

Data BPJS Kesehatan 2020 menunjukkan bahwa hemofilia menduduki peringkat keenam penyakit yang paling banyak memakan anggaran Dana Jaminan Sosial (DJS).

Tema tahun peringatan hemofilia tahun ini adalah Access for All: Prevention of bleeds as the global standard of care yang mengimbau semua pihak untuk memberikan dukungan, edukasi dan solusi inovatif untuk meningkatkan taraf hidup penderita hemofilia.

Baca juga: Akses pengobatan tingkatkan kualitas hidup pasien hemofilia

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023