Jakarta (ANTARA) - Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) mendorong peningkatan kesadaran masyarakat serta pemahaman pemangku kepentingan terkait hemofilia mulai dari diagnosis hingga tatalaksana terkini, agar penanganan hemofilia di Indonesia dapat optimal sehingga para penyandangnya bisa tetap beraktivitas normal.

"Kita ingin membuat para penyandang (hemofilia) ini menjadi manusia seutuhnya, bisa bekerja, segala macam, seperti kita. Kalau sekarang kan enggak bisa, pekerjaannya harus dipilih yang tidak ada benturan dan sebagainya," kata Ketua HMHI Prof. Dr. Djajadiman Gatot, SpA(K) saat berbincang dengan media di Jakarta, Kamis.

Hemofilia merupakan kelainan langka yang mengganggu pembekuan darah genetik akibat kurangnya faktor pembekuan. Darah seorang penyandang hemofilia tidak dapat membeku sendirinya dengan normal dan membutuhkan waktu lebih lama untuk proses pembekuan.

Baca juga: Apakah hemofilia bisa disembuhkan?

Kemudian jika kondisinya parah, penyandang hemofilia dapat mengalami perdarahan di dalam tubuh. Pendarahan tersebut dapat merusak organ dan jaringan tubuh, yang pada akhirnya menyebabkan disabilitas fisik dan mengancam jiwa.

Dari segi pembiayaan, hemofilia termasuk salah satu dari delapan jenis penyakit katastropik yang dijamin oleh JKN, dengan jumlah kasus serta biaya yang terus meningkat setiap tahunnya. Menurut Kementerian Kesehatan, pada tahun 2021, pembiayaan hemofilia mencapai lebih dari Rp500 miliar

Melihat hal tersebut, penyebaran informasi akan urgensi kesadaran tentang hemofilia pun dinilai sangat penting.

Sebagai upaya meningkatkan kesadaran masyarakat umum dan pengetahuan tenaga kesehatan medis profesional terkait penanganan hemofilia, HMHI pun menggelar simposium nasional yang akan berlangsung pada 21-22 Juli 2023 di Jakarta.

Ketua Simposium Nasional HMHI dr. Fitri Primacakti, SpA(K) mengatakan, simposium tersebut berfokus pada diagnosa dan profilaksis dosis rendah serta mengedukasi keluarga, penyandang hemofilia, dan masyarakat luas tentang hemofilia dan penanganannya.

"Ini juga termasuk (edukasi) tentang pengobatan inovatif yang dapat memberikan penanganan optimal bagi penderita hemofilia," kata Fitri.

Adapun profilaksis yang dimaksud Fitri merupakan terapi diberikan sebelum terjadi perdarahan dan bertujuan untuk mencegah terjadinya perdarahan. Terapi tersebut telah direkomendasikan oleh World Federation of Hemophilia (WFH) dan Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Tatalaksana Hemofilia sebagai pilihan utama terapi bagi pasien hemofilia A.

Sebelumnya, HMHI juga telah melakukan berbagai kegiatan untuk meningkatkan kesadaran hemofilia, edukasi dan pelatihan untuk dokter dan tenaga kesehatan lainnya, termasuk edukasi untuk penyandang hemofilia dan keluarga, yang dilaksanakan secara kolaboratif dengan berbagai pihak baik internasional, nasional maupun lokal.

Semuanya bertujuan untuk meningkatkan kualitas penanganan hemofilia di Indonesia, yang pada akhirnya berdampak pada meningkatnya kualitas hidup dan kemandirian penyandang hemofilia di Indonesia.

Baca juga: Penanganan hemofilia dengan terapi profilaksis dinilai lebih efektif

Baca juga: Penderita hemofilia di Indonesia 2.958 orang

Baca juga: Hemofilia bisa sebabkan pasien alami disabilitas

Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023