Jakarta (ANTARA) - Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) menilai penanganan hemofilia dengan terapi profilaksis lebih efektif untuk menurunkan kejadian pendarahan serta biaya yang dikeluarkan, dibandingkan terapi on-demand (terapi yang dilakukan setelah pendarahan terjadi).

"Sudah terbukti di manapun bahwa profilaksis itu lebih baik daripada on-demand, dan sudah banyak yang melakukan riset bahwa sebetulnya kalau kita melakukan profilaksis itu akan lebih cost effective dan kualitas hidup penyandang hemofilia itu lebih baik," kata dokter spesialis anak dari HMHI Dr. dr. Novie Amelia Chozie saat berbincang dengan media di Jakarta, Kamis.

Novie menjelaskan, World Federation of Hemophilia (WFH) dan Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Tatalaksana Hemofilia telah merekomendasikan terapi profilaksis untuk pasien hemofilia A sebagai pilihan utama.

Terapi dengan pendekatan profilaksis diberikan sebelum terjadi pendarahan dan bertujuan mencegah terjadinya pendarahan.

Baca juga: Penderita hemofilia di Indonesia 2.958 orang

Terapi profilaksis dapat dilakukan dengan memberikan faktor pembekuan berupa faktor VIII dosis rendah atau bypassing agent untuk pasien-pasien dengan antibodi faktor VIII, maupun non-factor replacement therapy atau terapi non-faktor yakni emicizumab.

"Terapi emicizumab dapat diberikan sebagai profilaksis pada pasien hemofilia A, baik dengan atau tanpa inhibitor (zat penghambat laju hemofilia). Terutama pada kasus-kasus dengan akses vena (pembuluh darah) yang sulit, di mana pemberian emicizumab diberikan pada pasien secara subkutan (suntikan)," kata Novie menjelaskan.

Mengenai pembiayaan, sebuah studi yang menggunakan model simulasi mengenai pemberian profilaksis dengan obat inovatif emicizumab terbukti menghemat anggaran negara sebesar Rp51 miliar dalam waktu lima tahun dibandingkan dengan tanpa emicizumab.

Baca juga: Hemofilia bisa sebabkan pasien alami disabilitas

Untuk itu, menurut dia, penting untuk membangun sinergi antar lembaga pemerintah, swasta, dan masyarakat, untuk memastikan bahwa transformasi kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang tengah berlangsung dapat memperluas akses penyandang hemofilia dalam mendapatkan perawatan yang sesuai standar.

Manfaat terapi emicizumab telah dirasakan oleh Anisah (24) yang merupakan orang tua dari anak penyandang hemofilia.

Ia bercerita bahwa ketika masih menggunakan pengobatan on-demand, sang anak, Aryo, harus ke rumah sakit untuk disuntik setidaknya 10 hari sekali dan memiliki keterbatasan saat beraktivitas dan bepergian. Namun setelah menggunakan emicizumab, Aryo hanya perlu melakukan penyuntikan sekali dalam sebulan dan tidak mengalami keluhan apapun.

"Aryo juga bisa bermain dan beraktivitas layaknya anak seumurannya. Saya sebagai orang tua juga merasa lebih tenang," ujarnya.

Baca juga: Mencegah pendarahan aspek penting tanggulangi hemofilia

Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2023