Jakarta (ANTARA) - Ketika banyak orang yang mudik Lebaran untuk berkumpul bersama keluarga, masih ada mereka tidak punya pilihan itu, apakah karena himpitan ekonomi atau tuntutan pekerjaan.

Sutrisno, atau pria yang akrab disapa dengan Trisno ini adalah satu dari 40 juru foto yang bekerja di tempat wisata Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Tahun ini, ia harus menyimpan niatnya mudik ke kampung halamannya di Sumatra Barat karena ketiadaan biaya dan tetap masuk kerja.

Nggak punya duit pulangnya (ke Sumatra Barat). (Memilih kerja) untuk anak, istri,” kata Trisno saat ditemui di TMII, Senin (24/4).


Biaya untuk pergi ke kampung halamannya tersebut cukup menguras kantong sehingga sang juru foto pun memilih untuk berlebaran di Jakarta, di rumahnya saja. Beruntung, Trisno dan keluarga kecilnya serta beberapa saudaranya masih tinggal di sekitaran Jakarta sehingga dapat sedikit mengobati kerinduannya terhadap kampung halaman.

Pada perayaan Lebaran tahun ini, TMII mempersiapkan berbagai acara menarik selama sepekan ke depan hingga 30 April 2023. Trisno pun turut serta dalam persiapan itu dan harus tetap bekerja saat hari pertama Lebaran kemarin.

“Hari Sabtu sampai tanggal 30 April, sembilan hari (kerja). Nggak ada liburnya,” ujar Trisno.

Momen Lebaran ini dimanfaatkan oleh Trisno dan kawan-kawan sesama juru foto untuk bekerja karena biasanya pendapatan cenderung tinggi dibandingkan hari biasa. Asalkan rajin menawarkan jasanya pada pengunjung, pendapatan yang bisa dia bawa pulang pun lumayan banyak.
Sutrisno, juru foto senior di TMII saat membagikan pengalamannya tidak mudik ke kampung halaman, Jakarta, Senin (24/4/2023). (ANTARA/Vinny Shoffa Salma)
Trisno mengatakan sudah 43 tahun lamanya bekerja sebagai juru foto di TMII. Statusnya sebagai juru foto lepas membuatnya harus bekerja lebih keras agar dapat mencukupi kebutuhan rumah tangganya.

Dia menceritakan suka-dukanya sebagai juru foto di TMII, salah satunya omzet yang menurun pada libur Lebaran kali ini.

Menurut dia, omzet menurun itu disebabkan oleh kurangnya lokasi berfoto di area TMII. Selain itu, pengunjung lebih memilih berfoto sendiri karena ponsel saat ini cukup canggih dan dapat mengambil gambar yang bagus.

Trisno juga pernah mendapat perlakuan tidak menyenangkan pengguna jasa foto yang dia tawarkan, dia dituduh sebagai penipu karena hasil cetakan foto yang lama sehingga orang tersebut harus menunggu.


“Kadang-kadang pengunjung marah. Kita disangka penipu lah, kok terlambat cetak (fotonya),” kata Trisno.

Hasil cetak foto yang lama dapat disebabkan beberapa faktor, salah satunya mesin cetak yang sering rusak dan harus diperbaiki dahulu. Untuk mengantisipasi hal seperti itu saat ini hasil cetakan foto telah menggunakan teknologi digital dan diharapkan tidak mengalami kendala berarti lagi.

Meskipun mengalami tantangan, Trisno mengaku suka dan akan terus bertahan dengan pekerjaannya sebagai juru foto. Pekerjaan yang telah dilakoninya sejak masih bujangan ini sudah memberinya penghidupan yang baik untuk dirinya dan keluarga.

“Iya, alhamdulillah. Anak bisa sekolah, kuliah bisa. Cukuplah,” ujar Trisno.

Trisno juga berharap dapat melakukan pekerjaannya hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Baginya, juru foto adalah bagian dari hidupnya yang tidak terpisahkan.

“Kita ikutin aja, deh. Kami dari bujangan sampai sekarang umur saya 66 tahun jadi juru foto di Taman Mini (dan berharap bisa terus seperti ini),” kata Trisno.

Baca juga: Penjaga harimau benggala Taman Margasatwa Ragunan rindukan mudik

Baca juga: Pengabdian relawan PMI yang siap siaga di kawasan wisata saat Lebaran

Baca juga: Puluhan ribu pengunjung padati TMII pada H+1 Lebaran

Pewarta: Vinny Shoffa Salma
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2023