Jakarta (ANTARA News) - PT Dok Kodja Bahari (DKB) melakukan modifikasi terhadap empat unit kapal ferry milik PT Angkutan Sungai, Danau dan Perairan (ASDP) yang diimpor dari Inggris.

Direktur Pemeliharaan dan Perbaikan PT DKB Bambang Wibisono di Jakarta, Selasa mengakui bahwa satu unit ferry milik ASDP asal Inggris itu sedang docking di Galangan I DKB untuk dilakukan modifikasi pada badan ferry tersebut.

"Ya, mereka (ASDP) `kan baru beli kapal dan memang untuk Pelabuhan Merak itu butuh spesifikasi yang harus disesuaikan dari negara asalnya, Inggris," katanya.

Dia menjelaskan, modifikasi yang dilakukan DKB antara lain desain pintu untuk jalur keluar masuk mobil ke dalam dan keluar ferry atau disesuaikan dengan pelabuhan tempat ferry itu beroperasi.

"Itu yang utama mereka minta untuk DKB lakukan. Kapalnya disesuaikan dengan pelabuhannya, dimodifikasilah, desain terutama untuk bongkar muat. Supaya sesuai dengan Pelabuhan Merak," katanya.

Bambang Wibisono mengatakan, PT DKB siap untuk membangun dan memproduksi kapal besar berukuran panjang hingga 120 meter dan lebar 30 meter.

Penggunaan teknologi canggih, tambahnya, akan menjadikan kapal produksi DKB mampu bersaing di tingkat internasional.

"Kami sudah siap untuk membangun kapal-kapal besar dengan panjang sekitar 120 meter. Bahkan, kami juga menawarkan kapal itu sudah sesuai dengan karakter Indonesia, kebutuhan Indonesia, dan karakteristik penumpang Indonesia. Semuanya sudah kita sesuaikan," kata dia.

Menurut dia, saat ini kapal ferry terpanjang di Indonesia berukuran di bawah 100 meter, sedangkan galangan kapal DKB mampu membangun kapal dengan panjang hingga 120 meter.

Bambang menuturkan, pihaknya tengah membangun 3 unit kapal pesanan TNI Angkatan Laut senilai Rp500 miliar yang dilengkapi dengan teknologi canggih dan sistem permesinan yang komprehensif.

Terkait maraknya impor kapal ferry bekas yang dilakukan berbagai perusahaan pelayaran milik pemerintah maupun swasta, Bambang menegaskan, pihaknya sudah sangat siap untuk membuat kapal sekelas ferry.

Menurut dia, dari sisi teknologi, ferry digolongkan sebagai kapal yang pembangunannya tidak sulit, apalagi ferry untuk penyeberangan.

Sementara itu, Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI Olly Dondokambey menyesalkan, sikap ASDP yang lebih memilih membeli ferry bekas dari Inggris.

Padahal, lanjutnya, produksi dalam negeri sudah mampu bersaing dengan produk luar negeri, apalagi, setelah ferry didatangkan ke Indonesia, ternyata malah harus dilakukan modifikasi badan ferry untuk penyesuaiannya terhadap pelabuhan di Indonesia.

Olly menyatakan, ASDP telah melakukan kesalahan berlapis yakni tidak menjalankan asas Cabotage dalam mendukung industri galangan kapal domestik kemudian ferry bekas itu masih perlu dimodifikasi lebih dulu sebelum dioperasikan di Indonesia.

Selain itu, manajemen ASDP tidak bersedia mendukung pertumbuhan industri galangan kapal nasional, dengan melakukan impor ferry bekas.

"Padahal, jika saja ASDP menggunakan ferry produk galangan kapal dalam negeri, otomatis tidak perlu lagi dilakukan modifikasi body-nya, sebab galangan kapal dalam negeri pasti memahami struktur pelabuhan di seluruh Indonesia," katanya.

Artinya, tambahnya, tidak perlu lagi ada biaya tambahan untuk modifikasi body ferry bekas itu, sebab jika 1 unit ferry butuh Rp8 miliar, jika 4 unit ferry maka sebesar Rp 32 miliar.

"Itu kan cost sia-sia yang tidak perlu keluar jika menggunakan produk dalam negeri," katanya.

Senada dengan itu, pengamat ekonomi Indef Ahmad Erani Yustika mengatakan, masalah komitmen setiap Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menggunakan produk dari industri dalam negeri, dapat diterobos melalui konsensus politik untuk memprioritaskan BUMN.

"Yang harus dilakukan adalah memastikan bahwa BUMN tersebut, dalam hal ini DKB mampu memproduksi kapal dengan mutu yang baik. Sehingga dapat dipertanggungjawabkan kepada seluruh rakyat Indonesia," katanya.

(S025/S023)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013