Jakarta (ANTARA News) - Beban bunga utang luar negeri yang harus dibayar Indonesia selama bulan Juni 2006 mencapai 66 juta dolar AS dari beban secara total untuk tahun 2006 sebesar 118 juta dolar AS. "Dalam bulan Juni 2006 ini bunga yang harus dibayar atas utang luar negeri Indonesia sebesar itu, 66 juta dolar AS dari beban pembayaran bunga secara total untuk 2006 sekitar 118 juta dolar AS," ungkap Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Hartadi A Sarwono di Jakarta, Selasa. Sampai dengan Maret 2006, jumlah pinjaman luar negeri Indonesia mencapai 131,8 miliar dolar AS yang terdiri dari utang pemerintah sebesar 76,4 miliar dolar AS dan utang swasta sebesar 46,5 miliar dolar AS. Jumlah utang tersebut menurun dibanding akhir Desember 2004 yang mencapai 137,0 miliar dolar AS dan akhir Desember 2005 yang mencapai 133,48 miliar dolar AS. Indikator beban utang luar negeri memperlihatkan perkembangan positif dibandingkan dengan rasio pada tahun-tahun sebelumnya. Debt to GDP ratio mengalami penurunan. Pada tahun 2000 mencapai 85,3 persen, tahun 2001 mencapai 80,7 persen, 2002 mencapai 65,7 persen, 2003 mencapai 56,8 persen, 2004 mencapai 54,2 persen, dan 2005 mencapai 47,0 persen. Sementara itu mengenai percepatan pembayaran utang RI kepada Dana Moneter Internasional (IMF), Hartadi mengatakan, cadangan devisa RI saat ini mencapai 44 miliar dolar AS atau mencapai sekitar 4,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. "Jumlah itu sudah di atas batas minimal cadangan devisa yang cukup untuk melakukan kegiatan berjaga-jaga yaitu empat bulan impor ditambah pembayaran utang luar negeri," katanya. Selain itu, lanjut Hartadi, Indonesia juga dapat menggunakan skema bilateral swap arrangement (BSA) dari ASEAN+three sebesar 11 miliar dolar AS yang dapat menggantikan pinjaman IMF yang saat ini sebesar sekitar 7,9 miliar dolar AS. "Sebelas miliar dolar dari ASEAN+three itu dapat ditarik sewaktu-waktu jika dibutuhkan untuk berjaga-jaga," katanya. Ia mengakui, situasi saat ini masih penuh dengan ketidakpastian sehingga pembayaran utang kepada IMF tidak akan dilakukan sekaligus tetapi bertahap dengan pembayaran 50 persennya terlebih dahulu. "Dalam situasi yang belum menentu ada baiknya kita bayar 50 persen dahulu, meskipun dalam perhitungan kami untuk 2006 sebenarnya bisa dilakukan sekaligus," katanya. Hartadi menyebutkan, pada akhir Desember 2005, cadangan devisa RI mencapai 35 miliar dolar AS, pada saat ini mencapai 44 miliar dolar AS. Menurut dia, tambahan sekitar sembilan miliar dolar AS itu antara lain berasal dari tambahan penerimaan migas sejalan dengan kenaikan harga minyak internasional yang mencapai sekitar lima miliar dolar AS. "Juga bersumber dari pinjaman luar negeri yang dicairkan, penerbitan global bond 2,5 miliar dolar AS, penempatan devisa di luar negeri (seperti deposito dan surat berharga), dan intervensi yang dilakukan BI berupa pembelian dolar AS," katanya. (*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006