Surabaya (ANTARA News) - DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) versi Muktamar Surabaya pimpinan KH Abdurrohman Chudlori-Drs H Choirul Anam (Cak Anam), akan mempertimbangkan dukungan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dilakukan ulama PKB pada pemilihan presiden (Pilpres) Juli-Oktober 2004. "Kita ini `kan sejarahnya mendukung SBY, kemudian juga sudah bertemu SBY, Jusuf Kalla, SBY lagi, dan Jusuf Kalla lagi. Tapi secara faktual ternata kok SBY itu berubah-ubah, karenanya para kiai akan mengadakan evaluasi soal tersebut di Langitan," kata Ketua Umum DPP PKB Drs H Choirul Anam di sela-sela pertemuan dengan DPC PKB se-Jatim di Surabaya, Selasa. Menurut Cak Anam yang juga ketua DPW PKB Jatim itu, pihaknya sebenarnya hanya meminta pemerintah untuk menegakkan hukum. "Kalau memang kita salah ya kita akui, tapi kalau MA sudah memutuskan kita menang ya harus kita hormati bersama. Putusan MA itu `kan sudah inkracht (berkekuatan hukum tetap), tapi kok nggak selesai-selesai," ujarnya. Padahal, katanya, ketika MA memutuskan persoalan Nurmahmudi sebagai Walikota Depok, maka pemerintah menerima dan menganggap persoalan selesai. Damun dalam soal PKB yang sudah selesai dalam pandangan MA, ternyata tidak dianggap selesai juga. "Karena itu, akan kita cari, apakah ada... itu (intervensi pemerintah dalam putusan PN Jaksel terkait atribut dan logo PKB). Hakim `kan seharusnya menggunakan logika hukum, bukan politis seperti itu (intervensi)," ucapnya. Namun, pihaknya sudah menjelaskan kepada pimpinan DPC PKB se-Jatim untuk tidak terpengaruh dengan putusan PN Jaksel itu, karena pihaknya masih menempuh proses kasasi ke MA. "Jadi, saya imbau agar mereka jangan terpengaruh, jangan panik, terutama terkait isu sweeping (atribut dan logo PKB), karena putusan itu secara hukum masih belum ada, sebab menunggu MA," katanya. Selain itu, katanya, pihaknya juga memaparkan di hadapan pimpinan DPC PKB se-Jatim, bahwa putusan PN Jaksel tersebut masih kontroversial, mengingat putusan MA yang pernah memenangkan PKB Alwi Shihab justru tidak diperhatikan sebagai pertimbangan putusan PN Jaksel. "Hakim juga membatalkan Muktamar Surabaya, apakah dia tahu siapa yang hadir dalam muktamar itu, darimana dia tahu soal muktamar Surabaya, sebab muktamar Surabaya dulu dihadiri ratusan kiai. Putusan MenkumHAM juga direvisi, apakah hakim PN Jaksel itu tidak tahu, sebab untuk membatalkan putusan pejabat `kan di PTUN, bukan PN," tambahnya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006