Banda Aceh (ANTARA) - Kepala Balai Bahasa Provinsi Aceh (BBPA) Umar Solikhan menyebutkan bahwa perlindungan bahasa daerah di Aceh menjadi program prioritas pada tahun 2023.

"Salah satunya melalui revitalisasi bahasa daerah di Aceh dengan fokus utama bahasa Gayo," kata Umar Solikhan, di Banda Aceh, Senin.

Menurut dia, hal itu dilakukan karena berdasarkan kajian vitalitas terhadap bahasa Gayo yang penuturnya tersebar di Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues tersebut termasuk yang rentan punah.

Selain itu, kata dia, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (BPPB) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudritek) juga fokus melakukan program perlindungan melalui gerakan revitalisasi bahasa daerah (RBD).

"Tujuannya untuk menggelorakan kembali penggunaan bahasa daerah dalam berbagai ranah kehidupan sehari-hari dan meningkatkan jumlah penutur muda bahasa daerah," ujarnya.

Baca juga: Penggunaan bahasa daerah Aceh bergeser dampak modernisasi

Ia mengatakan BPPB melakukan program perlindungan bahasa daerah, karena dinilai sudah diambang ancaman kepunahan.

"Mengingat situasi dan kondisi kebahasaan saat ini, khususnya menyangkut keberadaan bahasa daerah. Ancaman kepunahan bahasa daerah makin hari makin kuat," katanya.

Ia menyebutkan, di Indonesia terdapat 718 bahasa daerah yang sudah terverifikasi. Namun, banyak bahasa daerah yang kondisinya terancam punah dan kritis.

Menurut dia, penyebab utama kepunahan bahasa daerah adalah karena para penutur tidak lagi menggunakan dan mewariskan bahasanya kepada generasi berikutnya.

"Padahal, bahasa bukan sekadar sekumpulan kata atau seperangkat kaidah tata bahasa, melainkan juga sebagai khazanah kekayaan budaya, pemikiran, dan pengetahuan. Kepunahan bahasa berarti hilangnya kekayaan batin para penutur bahasa tersebut," ujarnya.

Baca juga: Pemko Banda Aceh diminta buat regulasi penguatan bahasa daerah

Solikhan menuturkan, berdasarkan kajian vitalitas bahasa di Indonesia terhadap 89 bahasa daerah (statistik kebahasaan badan bahasa 2021), sebanyak 25 bahasa berstatus aman, 19 bahasa berstatus rentan (stabil, tetapi terancam punah), tiga bahasa mengalami kemunduran, 25 bahasa terancam punah, enam bahasa kritis, dan 11 bahasa punah.

Ia menyebutkan, perlindungan bahasa daerah itu menjadi program prioritas karena merupakan mandat peraturan perundang-undangan, di antaranya UUD 1945 Pasal 32 ayat 2 yang menyatakan bahwa negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.

"Selain itu, UU Nomor 24 Tahun 2009 pasal 42 dan PP Nomor 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia," katanya.

Untuk perlindungan bahasa dan sastra, lanjut Solikhan, terdapat beberapa kegiatan utama yang dilakukan, di antaranya konservasi, revitalisasi bahasa dan sastra daerah berbasis sekolah serta komunitas tutur.

Baca juga: BPS: Penggunaan bahasa daerah Aceh mulai ditinggalkan generasi muda

Kemudian, gerakan sastrawan daerah menulis karya dalam bahasa daerah, pemberdayaan komunitas pegiat bahasa dan sastra daerah, dan penyediaan video animasi berbasis legenda lokal.

Pewarta: Rahmat Fajri
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2023