Suva (ANTARA News) - Militer, yang memerintah Fiji, pada Rabu mengumumkan sejumlah pembatasan terhadap partai politik, yang dikecam Australia saat negara Pasifik itu akan menyelenggarakan pemilihan umum pada 2014.

Pemerintah, yang merebut kekuasaan dalam kudeta pada 2006, mengatakan pemimpin serikat buruh akan dilarang mendirikan partai politik serta memegang jabatan lain dalam pemerintah.

Ambang batas keanggotaan untuk mendaftar menjadi satu partai politik juga dicabut dari 128 menjadi 5.000 orang, kata Jaksa Agung Aiyaz Sayed-Khaiyum.

Sayed-Khaiyum mengatakan 16 partai politik yang ada memiliki waktu 28 hari untuk mendaftarkan kembali mulai Jumat dan harus memenuhi kritrea yang ditetapkan oleh pemerintah.

"Jika anda bertahan untuk mendirikan partai politik dan anda tidak mendaftarkan kembali sesuai dengan keputusan itu maka anda telah melakukakan pelanggaran," katanya kepada surat kabar Fiji Times.

Tindakan-tindakan itu dibuat kurang dari seminggu setelah pemerintah membatalkan satu rancangan konstitusi yang disiapkan oleh satu tim pakar dan mengatakan pihaknya akan menyusun versinya sendiri, satu tindakan yang dikecam pekan ini oleh Sekjen PBB Ban Ki-moon.

Menteri Luar Negeri Australia Bob Carr mengatakan syarat-syarat yang diberlakukan terhadap partai-partai politik itu "berat" dan tidak adil.

"Akan tetapi pembatasan terhadap partai-partai politik ini, tidak dapat dibenarkan. Partai-partai politik yang bersemangat adalah bagian penting dari satu demokrasi," kata Carr dalam satu pernyataan.

Sekjen serikat buruh "Fiji Trade Union Congress" Felix Anthony, yang mengumumkan rencana-rencana untuk membentuk satu partai politik mengatakan Sayed-Khaiyum tidak berhak memberlakukan keinginannya terhadap kelompok-kelompok oposisi.

Mendaftar 5.000 anggota sebelum batas waktu pemerintah mungkin merupakan satu hambatan besar bagi partai oposisi kecil di Fiji, yang berpenduduk sekitar 870.000 jiwa itu.

Setelah kudeta tahun 2006, Perdana Menteri Voerege Bainimarama semula berjanji akan menyelenggarakan pemilu tahun 2009 tetapi tidak menepati janjinya dan merobek-robek konstitusi dengan mengeluarkan dekrit yang menguntungkannya, menyatakan negara ini belum siap bagi demokrasi.

Ia menekankan pemilu akan diselenggarakan tahun 2014 tetapi menjelaskan syarat-syaratnya akan ditetapkan oleh militer, yang merupakan pemain penting dalam empat kudeta di negara itu yang terjadi sejak tahun 1987, demikian AFP melaporkan.

(H-RN)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013