Jakarta, 18/1 (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berupaya keras dalam memaksimalkan potensi kelautan dan perikanan. Untuk itu, upaya tersebut ditempuh dengan menyinergikan dan mengharmonisasikan tiga strategi terobosan yakni, Industrialisasi Kelautan dan Perikanan, Blue Economy dan Minapolitan. Ketiga strategi ini, merupakan motor penggerak ( driving force ) sebagai langkah percepatan nilai tambah maupun daya saing yang mengusung paradigma ekonomi berkelanjutan berbasiskan pada wilayah dan kawasan. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan pada Kuliah umum di Universitas Surabaya, Provinsi Jawa Timur, yang diwakili oleh Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan Syarif Widjaja, Jumat (18/1)

     Grand design tersebut, sebagai langkah strategis KKP untuk memperkuat simpul - simpul pengembangan kawasan ekonomi kelautan dan perikanan agar dapat menggerakkan roda perekonomian di daerah. Seiring dengan itu, KKP tengah memperkuat  konektivitas bisnis ( rantai nilai dan rantai pasok ) dan terintegrasinya infrastruktur dan sistem produksi lintas core business ( bisnis utama ). Sehingga dapat berdampak pada meningkatnya pendapatan nelayan, pembudidaya dan pengolah ikan. Alhasil, KKP telah menetapkan 10 program utama yang terbagi dalam lima program utama dan lima program pendukung sebagai upaya nyata untuk mengakselerasi pembangunan kelautan dan perikanan. Untuk program utama a.l, pengembangan dan pengelolaan perikanan tangkap. Peningkatan produksi perikanan budidaya dan daya saing produk perikanan, pengelolaan sumber daya laut, pesisir dan pulau - pulau kecil serta pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan. Sementara bagi program pendukung yaitu, penelitian dan pengembangan IPTEK kelautan dan perikanan, pengembangan SDM kelautan dan perikanan dan karantina ikan, pengendelian mutu keamanan hasil perikanan. Kemudian, pengawasan dan peningkatan akuntabilitas aparatur KKP serta peningkatan dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya.

     Kembali, Syarif mengingatkan Perguruan Tinggi bahwa  KKP memberikan ruang sebesar - besarnya  untuk melakukan penelitian dan pengembangan inovasi guna menopang penerapan konsepsi blue economy di Indonesia, khususnya di sektor kelautan dan perikanan. Pasalnya, di dalam penerapan blue economy,  dibutuhkan sumber daya manusia yang kreatif yang  dipadu - padankan dengan inovasi teknologi untuk memanfaatkan sumber daya alam secara bijaksana. Cara pandang blue economy dirancang agar tidak merusak sistem alam, mengurangi pencemaran dan kerusakan lingkungan, mengendalikan eksploitasi sumber daya alam secara berkeadilan.  Paradigma blue economy  mampu mengefisienkan sumber daya alam tanpa limbah (zero waste).  Karena, limbah dapat dijadikan sebagai bahan baku bagi produk lain dan menghasilkan lebih banyak produk dan pendapatan.

     Sementara, prinsip - prinsip  di dalam blue economy  dapat diterapkan pada pembangunan sektor kelautan dan perikanan a.l.,  pertama, terintegrasi antara ekonomi dan lingkungan, jenis investasi dan sistem produksi, kebijakan pusat dan daerah. Kedua, berbasis kawasan  ekonomi potensial dan lintas batas ekosistem, wilayah administratif, dan lintas sektor.  Ketiga, sistem produksi bersih, efisien tanpa limbah, bebas pencemaran, dan tidak merusak lingkungan. Keempat, investasi kreatif dan inovatif.

   
TEROBOSAN HUKUM

     Seperti diketahui, Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia. Hal tersebut ditandai dengan panjang pantai  ± 95.181 km atau terpanjang di dunia nomor dua  setelah Canada. Di samping itu, Indonesia memiliki luas laut 2/3 dari luas wilayah RI yakni sekitar  5,8 juta km2, serta tersimpan potensi sumber daya perikanan tangkap ± 6,4 juta ton/tahun yang diikuti dengan produksi perikanan tangkap di laut sekitar  4,7 juta ton/tahun.  Besarnya potensi kelautan dan perikanan tersebut perlu dibarengi dengan optimalnya kinerja operasional pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan serta sokongan berupa penegakan  hukum di laut. Pasalnya, kegiatan illegal fishing dan destructive fishing secara nyata telah menyebabkan kerusakan sumber daya kelautan dan perikanan serta lingkungannya yang berdampak  kerugian sangat besar di bidang sosial dan ekonomi masyarakat.

     Sejalan dengan itu, KKP  telah berkoordinasi antar instansi seperti TNI AL, Polri, Kejaksaan  Agung, Mahkamah Agung.Untuk mendukung penegakan hukum dalam memerangi aktifitas Illegal, Unrepported and Unregulated (IUU) Fishing, KKP bertekad untuk memperkuat jumlah personil Hakim Ad Hoc pengadilan perikanan.  Hasilnya pada 2012, telah dikirim 20 orang calon Hakim Ad Hoc Pengadilan Perikanan hasil seleksi ke Mahkamah Agung untuk menjalani pendidikan dan pelatihan. Pembentukan Pengadilan Perikanan merupakan amanah dari Pasal 71 Undang-Undang No 45 tahun 2009 tentang Perikanan serta diperkuat pada Pasal 78 ayat (1) yang menyebutkan bahwa Hakim Pengadilan Perikanan terdiri dari Hakim Karier dan Hakim Ad Hoc. Saat ini, pengadilan khusus tindak pidana perikanan ( pengadilan perikanan ) telah dibentuk di tujuh wilayah yakni, di Pengadilan Negeri (PN) Medan, PN Jakarta Utara, PN Pontianak, PN Tual, PN Bitung, PN Tanjung Pinang dan PN Ranai.

     Sementara,  untuk jumlah kapal pengawas perikanan yang dimiiliki terbilang kurang dari kata cukup  yaitu hanya 26 kapal  dari kebutuhan idealnya sebanyak 80 unit Kapal Pengawas, tetapi hal tersebut tak menyurutkan komitmen KKP dalam menjalankan fungsi dan tugasnya demi menegakkan peraturan perudang - undangan di bidang kelautan dan perikanan. Hasil operasi pemberantasan kegiatan illegal fishing dan destructive fishing yang dilaksanakan KKP terus menerus menunjukan angka yang signifikan. Secara nasional pada tahun 2012 Direktorat Jenderal PSDKP telah memeriksa 4.326 kapal. Di samping itu, jumlah Kapal yang di Ad-Hoc cenderung menurun, hal itu menunjukkan tingkat pelanggaran semakin berkurang dan semakin meningkatnya ketaatan kapal perikanan . Sepanjang 2012, jumlah kapal yang di ad hoc  yaitu KII sebanyak 40 dan KIA  sebanyak  72. Sedangkan persentase wilayah perairan bebas IUU Fishing dan kegiatan yang merusak mencapai 41 persen  ataudapat dikatakan 100 persendari yang telah ditargetkan.

     Pemerintah dalam hal ini KKP pun kian memperkuat  kerja sama luar negeri, dalam rangka penanggulangan illegal fishing dan perikanan secara bertanggung jawab. Hal itu telah diwujudkan melalui kesepakatan bersama antara Indonesia dengan sepuluh negara Asia plus Australia ( Regional Plan of Action ( RPOA ) to Promote Responsible Fishing Practices including Combating IUU Fishing in the Southeast Asia Region ). Sehubungan dengan itu, Indonesia telah disepakati sebagai Sekretariat RPOA.  Selanjutnya, untuk wilayah perairan perbatasan antara Indonesia - Australia telah disepakatinya kerja sama bidang pengawasan SDKP, di perairan perbatasan kedua Negara yang ditandai dengan terbentuknya Indonesia - Australia Fisheries Surveillance Forum (IAFSF). Kerja sama itu merupakan bagian dari Indonesia-Australia Ministerial Forum (IAMF).

     Untuk keterangan lebih lanjut silakan menghubungi Indra Sakti, SE, MM, Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi,Kementerian Kelautan dan Perikanan (HP. 0818159705)

Pewarta: Masnang
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2013