Hiroshima, Jepang (ANTARA) - Membawa spanduk bertuliskan "Tolak Jadi Antek Perang" dan "Tolak G7", lebih dari 200 warga Jepang berunjuk rasa di Taman Monumen Perdamaian Hiroshima (Hiroshima Peace Memorial Park) guna memprotes keras rencana penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kelompok Tujuh (Group of Seven/G7).

Dalam orasi yang disampaikan saat pertemuan massa pada Minggu (14/5), Ichiro Yuasa, perwakilan dari kelompok sipil Jepang Peace Depot, menuturkan, "Jepang mengatakan akan mengirim pesan damai tentang penghapusan senjata nuklir kepada dunia melalui KTT ini, namun pada saat yang sama Jepang berusaha untuk mengandalkan senjata nuklir demi mencapai 'keamanan nasional'. Ini kontradiktif."

Seorang pengunjuk rasa bernama Fumi Akiyama mengatakan kepada Xinhua bahwa keputusan Jepang memilih Hiroshima, yang menjadi sasaran bom atom pada Perang Dunia II, untuk menggelar KTT G7 sangat bertentangan dengan harapan rakyat Hiroshima yang justru berdoa memohon perdamaian.
 
   Ratusan warga Hiroshima dengan mengusung berbagai spanduk penolakan KTT G7 melakukan unjuk rasa menentang rencana pemerintahan PM Fumio Kishida menjadikan Kota Hiroshima sebagai tempat penyelenggaraan KTT G7. (Xinhua)


Keluarga Yukio Nishioka adalah saksi pengeboman yang mengerikan oleh Amerika Serikat (AS) pada 1945 itu. Pernah merasakan penderitaan yang dibawa oleh peperangan sejak kecil, Nishioka memiliki pemahaman yang mendalam dan jelas tentang perang agresi Jepang dan tanggung jawab perangnya.   

Sementara hanya beberapa puluh meter dari lokasi pertemuan massa di taman tersebut, lokasi penjatuhan bom atom oleh AS pada akhir Perang Dunia II, sekelompok kecil aktivis sayap kanan terus berteriak menggunakan alat pengeras suara bahwa "Jepang harus punya senjata nuklir".

"Penjatuhan bom atom di Hiroshima seharusnya tidak lagi digunakan secara politis, dan dunia harus kembali ke jalur perdamaian," kata warga Hiroshima itu dalam unjuk rasa tersebut.

"Harapan perdamaian dari seluruh warga Hiroshima adalah bahwa Jepang mengakui kekejamannya pada masa perang terhadap negara lain, meminta maaf, dan memberikan kompensasi, memetik pelajaran dari perang, serta mencegah agar tragedi itu tidak terjadi lagi," tambahnya.
 
   Perwakilan pengunjuk rasa melakukan orasi saat berlangsung aksi unjuk rasa sekitar 200-an warga Hiroshima di Taman Monumen Perdamaian Hiroshima, Jepang. Para pengunjuk rasa menentang keras rencana penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kelompok Tujuh (Group of Seven/G7) yang beranggotakan AS, Inggris, Italia, Prancis, Jerman, Kanada, dan Jepang. KTT para pemimpin G7 tahun ini akan dipimpin oleh Jepang di Hiroshima pada 19-21 Mei.


Warga Hiroshima Ryo Miyahara mencemooh mereka. "Orang-orang ini benar-benar mengabaikan sejarah. Alasan Hiroshima dibom adalah karena Hiroshima pernah menjadi 'ibu kota militer'," katanya kepada Xinhua.

"Jika Jepang tidak menghentikan ekspansi militernya atau bahkan berusaha untuk memiliki senjata nuklir, itu hanya akan membawa Jepang ke dalam lingkaran setan peperangan," imbuhnya.

Miyahara juga memperingatkan bahwa KTT G7 mendatang, yang rencananya akan digelar di Hiroshima pada akhir pekan, akan menjadi pertemuan yang bakal kembali mengeskalasi krisis Ukraina, menyebut bahwa NATO telah memberikan dukungan militer kepada Ukraina, sementara Jepang berniat memberikan bantuan keuangan atau militer bagi negara tersebut.

"Ini tidak akan mengakhiri perang ataupun membawa perdamaian. Ini hanya akan membuat dunia menjadi lebih sengsara," ucapnya.

Pewarta: Xinhua
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2023