Traffic signal control penting untuk mengurai kemacetan yang diakibatkan oleh antrean kendaraan di persimpangan lampu lalu lintas
Jakarta (ANTARA) - Pengamat transportasi perkotaan ITS (Intelligent Transport System) Indonesia Dr Budi Yulianto mengajak pemerintah, pakar transportasi, dan akademisi mengkaji efektivitas teknologi ATCS (Area Traffic Control System) dan AI Traffic Light untuk mengurai kemacetan di sejumlah simpang jalan DKI Jakarta.

ATCS merupakan sistem pengendalian lalu lintas berbasis teknologi informasi dan kecerdasan buatan (AI) yang diklaim mampu mengoptimasi dan mengkoordinasi pengaturan lampu lalu lintas di setiap persimpangan.

Traffic signal control penting untuk mengurai kemacetan yang diakibatkan oleh antrean kendaraan di persimpangan lampu lalu lintas, apalagi jika sudah menggunakan teknologi baru yang lebih canggih, maka perlu dilakukan proof of concept atau kajian," kata Budi Yulianto, yang akademisi dari Universitas Negeri Sebelas Maret dalam siaran resmi, Jumat.

"Memang harus ada bukti, karena pendanaannya dari pemerintah sehingga harusnya dapat memberikan manfaat yang baik,” kata Budi.

Saat ini, dari 321 simpang yang ada di DKI Jakarta, terdapat 162 simpang yang menggunakan sistem ATCS generasi sebelumnya dan setidaknya 20 simpang dengan teknologi AI Traffic Light.

Beberapa simpang yang dipilih merupakan titik-titik kemacetan panjang karena kepadatan antrean lampu lalu lintas, antara lain di simpang Gunung Sahari - Martadinata, Gunung Sahari - Underpass Angkasa, simpang Hayam Wuruk/Gajah Mada - Sawah Besar dan simpang Harmoni.

Di sisi lain, teknologi AI Traffic Light pada sistem ATCS yang diterapkan mulai Februari tahun ini belum terlihat efektif untuk mengurai dan menurunkan kemacetan di DKI Jakarta.

"Di Jakarta, dalam pengaturan lalu lintas harusnya sudah berorientasi dengan demand responsive. Maksudnya, sistem traffic signal harus responsif terhadap kondisi lalu lintas yang ada, dan terintegrasi ke semua simpang di sekitar," papar Budi

"Teknologi AI yang diklaim ini pun perlu dijelaskan, teknologi AI apa yang dipakai dan menggunakan logika apa, sehingga para akademisi dan pelaku transportasi memahami,” jelas Budi.

Budi melanjutkan, Indonesia menggunakan beberapa konsep sistem lampu lalu lintas, antara lain fixed time traffic signal atau lampu lalu lintas yang pengoperasiaannya menggunakan waktu yang tepat dan tidak mengalami perubahan di setiap ruas jalan.

Kedua adalah vehicle activated control, yaitu pengaturan traffic light berdasarkan kondisi lalu lintas. Namun tidak semua konsep tersebut sesuai dengan karakter lalu lintas di Indonesia.

"Contohnya sistem ethics balance dari Jerman yang pernah diterapkan di salah satu kota di Indonesia. Sistem ini tidak berhasil dibuktikan dari derajat kejenuhan lalu lintas di atas 0,7," kata dia, menambahkan bahwa Jerman menggunakan jalan satu jalur tanpa sepeda motor yang berbeda dengan Indonesia.

"Karenanya produk dari luar negeri belum tentu bisa digunakan di Indonesia tanpa melalui kajian yang komprehensif dan bisa dibuktikan,” jelas Budi.
Baca juga: DPRD sebut DKI perlu kaji ulang pengaturan jam kerja
Baca juga: Dishub DKI proses kerja sama dengan Google untuk atasi kemacetan
Baca juga: Syafrin sebut kemacetan jadi perhatian serius karena peringkatnya naik

Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2023