Kami ingin berikan masukan dengan data-data yang akurat agar persepsi terhadap Pertamina tidak dibelokkan,"
Jakarta (ANTARA News) - Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero), Hanung Budya, mengungkapkan Pertamina menginginkan publik tak salah menerima informasi menyangkut BUMN migas tersebut.

"Kami ingin berikan masukan dengan data-data yang akurat agar persepsi terhadap Pertamina tidak dibelokkan," katanya di Jakarta, Kamis, menjelaskan alasannya menghadiri suatu diskusi, Rabu (23/1).

Hanung mendadak hadir sebagai peserta dalam diskusi publik bertajuk "Membongkar Perampokan Uang Negara oleh Penguasa Istana Negara Dalam Tubuh Pertamina" di Jakarta, Rabu (23/1).

Turut mendampingi Hanung, pejabat Pertamina lainnya seperti Senior Vice President Fuel Marketing & Distribution, Suhartoko, Vice President Fuel Retail Marketing, M. Iskandar, dan Vice President Corporate Communication, Ali Mundakir.

Sementara, pembicara dalam diskusi yang diselenggarakan Petromine Watch Indonesia, antara lain, Direktur Indonesia Resources Studies (Iress), Marwan Batubara, pengamat ekonomi politik dari Institute Global Justice (IGJ), Salamudin Daeng, dan peneliti Petromine Watch Indonesia, Imamum Zaenal Muttaqin.

Hanung mengatakan, selama ini, sejumlah data yang beredar dari pihak-pihak tertentu sering kali tidak benar dan hanyalah sebuah ilusi.

Data-data tersebut, lanjut dia, kemudian digunakan sebagai acuan mendiskreditkan Pertamina.

"Kami sesalkan cara-cara itu. Pertamina akan terima masukan yang sifatnya konstruktif. Namun, untuk angka dan data yang salah dan hanya sebuah ilusi, kami harus luruskan," katanya.

Menurut dia, Pertamina yang merupakan aset milik bangsa, sudah berubah dari waktu ke waktu sehingga mesti sama-sama dibangun dan dibesarkan.

"Sebagai anak bangsa jangan ikuti kepentingan-kepentingan apa pun yang berusaha mengerdilkan Pertamina. Pertamina hancur yang rugi Republik ini. Itu saja," ujarnya.

Ia mencontohkan data yang salah, antara lain, selisih pembelian minyak mentah yang mencapai delapan dolar AS per barel atau mengaitkan biaya pemulihan (cost recovery) dengan aktivitas hilir.

"Itu persepsi yang keliru. Kami sudah transparan dan diaudit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)," katanya.

Ia juga membantah Pertamina mendapat keistimewaan dibandingkan kontraktor migas lainnya.

"Kami ikut tender. Pertamina tidak seperti Petronas yang diberikan dukungan penuh Malaysia," katanya.

(K007/D007)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013