"Kalau salah itu akan terus ada, meskipun kita meninggal itu tetap ada dan tuduhan itu akan terus ada sehingga berisiko dalam agama,"
Surabaya (ANTARA) - Jurnalis senior Kantor Berita ANTARA Edy M Yakub memaparkan pemikirannya melalui buku yang berjudul "Kesalehan Digital" dalam acara bertajuk Workshop Booming Generasi Digital yang digelar oleh Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Jawa Timur di Kota Pasuruan.

"Sejak 10 tahun terakhir, banyak pertanyaan kepada saya, intinya apakah betul foto atau video ini dengan narasi ini, itu banyak ditanyakan, terlebih saat pemilu," ucap Edy seperti keterangan diterima, Senin.

Menurut dia, kenapa di era digital saat ini banyak orang yang masih belum mengerti mana yang salah maupun fakta.

"Pandangan saya, di Indonesia kemungkinan belum mengalami budaya baca, saat itu hanya dongeng dan konon katanya, terlebih saat masuknya internet, jadi makin tertinggal," katanya.

Oleh karena itu, banyak masyarakat yang sering tertipu terkait persoalan yang ramai dibincangkan di dunia digital, terutama di media sosial.

"Banyak yang tertipu, masyarakat sering dikasih foto maupun video yang tidak benar, padahal itu di dunia digital belum tentu kebenarannya, harus di cek, karena itu saya membuat buku Kesalehan Digital ini," ujarnya.

Edy menjelaskan, banyak jebakan yang akan diterima seseorang jika banyak yang salah membagikan atau memviralkan sesuatu hal di dunia digital.

"Kalau salah itu akan terus ada, meskipun kita meninggal itu tetap ada dan tuduhan itu akan terus ada sehingga berisiko dalam agama," tuturnya.

Namun, lanjutnya, tak semuanya dalam dunia digital berdampak buruk, contoh seseorang yang menjadi seorang pemain game ESport kemudian kasus Sambo yang akhirnya terkuak.

"Ada juga gotong royong untuk kemanusiaan yang dihimpun melalui dunia digital," kata Edy.

Oleh karena itu, Edy berpesan solusi agar "selamat" di dunia digital ada tiga hal menurut panduan dari hadist, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.

"Yang pertama harus ada sanad, usahakan informasi ada sumbernya dan ahlinya, yang kedua matan, yakni konten atau isi harus tabayyun atau adil dan tidak memihak serta harus ukhuwah atau untuk kepentingan publik, sedangkan yang terakhir, rawi, yakni media yang memuat informasi tersebut harus kredibel atau terverifikasi," ujar Edy.

Selain pemaparan tersebut, pihaknya juga menyerahkan secara simbolis buku "Kesalehan Digital" untuk Ketua Majelis Alumni IPNU Jatim HM Muzammil Syafii dan Ketua Umum PP (Pimpinan Pusat) IPNU M Agil Nuruz Zaman.

Baca juga: Kesalehan digital dan pentingnya "karakter" di era digital
Baca juga: ANTARA kawinkan gelar penghargaan jurnalistik Prapanca PWI Jatim
Baca juga: Pemilu 2024 dan pemilu medsos


Pewarta: Abdul Hakim/Naufal Ammar Imaduddin
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2023