Jakarta (ANTARA) - Penyakit sifilis dalam beberapa waktu terakhir dilaporkan bermunculan di sejumlah daerah di Indonesia, antara lain Lampung Selatan dengan total delapan kasus dan Riau dengan 122 kasus pada Januari hingga Mei 2023.

Kementerian Kesehatan, melalui rilis pers yang dimuat di laman resmi awal bulan ini, mencatat kenaikan kasus penyakit sifilis atau raja singa dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2016-2022), dari 12 ribu kasus menjadi hampir 21 ribu kasus dengan rata-rata penambahan kasus setiap tahunnya mencapai 17.000 hingga 20.000 kasus.

Sebenarnya seperti apa penyakit sifilis itu?

Baca juga: Kemenkes: Hilangkan stigma negatif penderita PMS

Seperti disiarkan Mayo Clinic dan WebMD, sifilis disebabkan infeksi bakteri Treponema pallidum yang biasanya disebarkan melalui kontak seksual khususnya seks oral dan anal.

Berbicara faktor risiko, setiap orang yang aktif secara seksual bisa terkena sifilis. Namun, mereka yang berisiko lebih tinggi yakni bila berhubungan seksual tanpa pengaman, memiliki banyak pasangan untuk berhubungan intim, dan memiliki HIV.

Ini artinya, sifilis tidak dapat disebarkan melalui dudukan toilet, gagang pintu, kolam renang, bak mandi air panas, bak mandi, pakaian bersama, atau peralatan makan.

Selain melalui kontak seksual, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sifilis juga dapat ditularkan melalui transfusi darah dan dari wanita hamil ke janinnya. Penularan sifilis dari ibu ke anak biasanya menghancurkan janin dalam kasus yang tidak terdeteksi atau diobati secara memadai di awal kehamilan.

Sifilis pada ibu, apabila tidak diobati atau terlambat diobati atau tidak diobati dengan penisilin, menghasilkan hasil kelahiran yang merugikan (ABO), tergantung pada stadium sifilis.

ABO ini seringkali parah, termasuk janin terlahir mati, prematuritas, berat badan lahir rendah, dan bayi yang terinfeksi secara kongenital.

Baca juga: Dinkes Lampung Selatan temukan 8 kasus penyakit sifilis pada awal 2023

Berbicara gejala, sifilis dimulai dengan gejala luka tanpa nyeri biasanya pada alat kelamin, rektum atau mulut. Setelah infeksi awal, bakteri sifilis dapat tidak aktif di dalam tubuh selama beberapa dekade sebelum menjadi aktif kembali.

Tanda pertama sifilis adalah luka kecil atau disebut chancre di area genitalia, yang biasanya berkembang sekitar tiga minggu setelah paparan bakteri. Banyak orang yang menderita sifilis tidak memperhatikan luka ini karena biasanya tidak menimbulkan rasa sakit, dan mungkin tersembunyi di dalam vagina atau rektum.

Luka akan sembuh dengan sendirinya dalam waktu tiga sampai enam minggu. 

Dalam beberapa minggu atau disebut tahap sekunder, setelah penyembuhan chancre asli, pasien mungkin mengalami ruam yang dimulai di bagian tubuh tertentu tetapi akhirnya menutupi seluruh tubuh bahkan telapak tangan dan telapak kaki. 

Ruam itu biasanya tidak gatal dan bisa disertai luka seperti kutil di mulut atau area genital. Beberapa orang juga mengalami kerontokan rambut, nyeri otot, demam, sakit tenggorokan, dan pembengkakan kelenjar getah bening. 

Tanda dan gejala itu dapat hilang dalam beberapa minggu atau berulang kali datang dan pergi selama setahun. Jika penyakit tidak juga diobati maka akan berlanjut ke tahap tersembunyi (laten) dan berlangsung selama bertahun-tahun. 

Sekitar 15 - 30 persen orang yang terinfeksi sifilis yang tidak mendapatkan pengobatan akan mengalami komplikasi yang dikenal sebagai sifilis tersier.  Pada stadium akhir, penyakit ini dapat merusak otak, saraf, mata, jantung, pembuluh darah, hati, tulang, dan persendian.

Sifilis yang diketahui secara dini dapat disembuhkan, terkadang dengan satu suntikan (suntikan) penisilin. Namun, apabila tak diobati, penyakit ini dapat sangat merusak jantung, otak atau organ lain, dan dapat mengancam jiwa.

Baca juga: Dinkes Riau temukan 122 kasus penyakit sifilis pada Januari-Mei 2023

Baca juga: Kemenkes: Hindari perilaku seks berisiko guna cegah penularan sifilis

Baca juga: Ahli kesehatan dukung pemeriksaan kesehatan sebelum menikah

Penerjemah: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2023