Dengan apa? Paradigma pendidikan. Perubahan paradigma
Samarinda (ANTARA) - Reformasi dunia pendidikan Indonesia masih terus berjalan sejak Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim menggulirkan konsep Merdeka Belajar guna mencetak sumber daya manusia unggul melalui peningkatan kompetensi dan kapasitas pada tenaga pendidik.

Menjawab kebutuhan tersebut, berbagai pihak non-pemerintah pun ikut turun tangan untuk mewujudkan pendidikan berkualitas di daerah-daerah termasuk yayasan Putera Sampoerna Foundation (PSF) yang menawarkan program Ekosistem Pendidik Profesional (EPP) di Samarinda, Kalimantan Timur.

Seperti namanya, program ini merupakan sebuah ekosistem dengan tujuan mencetak para tenaga pendidik yang profesional. Menurut yayasan PSF, program EPP juga sejalan dengan program Guru Penggerak sebagai bagian dari Merdeka Belajar yang juga memposisikan pendidik sebagai pendorong transformasi pendidikan di Indonesia.

“Kenapa di sini targetnya adalah guru, karena motornya pendidikan itu adalah guru, bukan siswa. Siswa itu adalah bagaimana nanti seorang guru menjadikan siswa itu yang tadinya objek menjadi subjek, itu yang saat ini menjadi isu pembelajaran merdeka,” kata Project Principal EPP PSF Daenuri Suhendar beberapa waktu lalu di Samarinda, Kalimantan Timur.

Senada, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Samarinda Asli Nuryadin juga mengamini kesejajaran program EPP dengan Guru Penggerak. Bahkan, menurutnya, kedua program dapat saling melengkapi dan menguatkan satu sama lain.

“Keduanya saling menguatkan. Jadi misalnya ada kekurangan di Guru Penggerak, mereka memperkuat atau sebaliknya,” ujar Asli.

Baca juga: Kemendikbud ajak industri terlibat bentuk pelajar miliki sikap adaptif
 

Suasana diseminasi program Ekosistem Pendidik Profesional (EPP) di SMPN 1 Samarinda, Kalimantan Timur, Selasa (23/05/2023). ANTARA/Rizka Khaerunnisa/am.


EPP merupakan program turunan dari Professional Development Program (PDP) yang digagas PSF melalui inisiatif School Development Outreach (SDO). Program ini berjalan berkat dukungan donatur dari PT Sarana Multi Infrastruktur.

Program yang telah dilaksanakan sejak November tahun lalu itu telah mencetak total 30 guru terpilih untuk menjadi fasilitator. Mereka sudah dibekali dengan pelatihan dan pendampingan dari tim PSF selama hampir satu tahun terakhir.

Dalam hal ini, Pemerintah Kota (Pemkot) setempat juga turut terlibat dalam mendukung inisiasi program EPP mulai dari proses pendaftaran, penyeleksian, hingga pendampingan. Daenuri mengatakan 30 guru fasilitator dipilih atas rekomendasi Disdikbud dengan berbagai pertimbangan dan tahapan penyeleksian dari semula berjumlah sekitar 111 guru.

Selanjutnya, mereka mendiseminasikan ilmu yang telah didapatkan kepada 450 guru lain dari tingkat PAUD/TK, SD, dan SMP di Samarinda yang berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Kegiatan diseminasi ini sendiri berlangsung pada 23-25 Mei 2023.

Perubahan paradigma

Model pelatihan yang diberikan kepada 30 fasilitator tidak semata-mata teori belaka, melainkan fokus pada praktik mengajar yang menyenangkan untuk murid melalui pendampingan yang intens. Daenuri pun menegaskan bahwa program EPP tidak secara serta-merta muncul tanpa memperhatikan kebutuhan para pendidik di Samarinda.

Oleh sebab itu, langkah pertama yang dilakukan dalam EPP yaitu mengupayakan perubahan paradigma kepada para pendidik yang selama ini kerap mengalami stagnasi dan kesulitan untuk menerima transformasi dunia pendidikan.

“Bukan berarti kami datang lalu kami kucurkan langsung materi. Tidak. Karena bisa jadi, kalau kami bawa teko bawa air kemudian dikucurkan ke dalam gelas, belum tentu gelasnya itu sudah terbuka, siapa tahu ada tutupnya,” kata Daenuri mengandaikan.

Baca juga: Akademisi: Kunci merdeka belajar, pendidikan inklusif sepanjang hayat

“Kami mencoba untuk ‘yuk, sama-sama buka dulu lihat kembali, buka dulu tutupnya’. Dengan apa? Paradigma pendidikan. Perubahan paradigma,” imbuh dia.

Perubahan paradigma pendidikan yang konvensional, seperti pembelajaran yang berpusat pada guru, menjadi suatu keniscayaan dalam transformasi di dunia pendidikan. Para pendidik juga senantiasa diingatkan pentingnya memperbarui pengetahuan dan kapasitas diri seiring dengan penyesuaian dalam perkembangan zaman.

“Dunia teknologi informasi sudah luar biasa perkembangannya. Jadi harusnya ada kesadaran dari pribadi diri kita masing-masing apalagi kita ini (guru) panutan dari anak-anak kita,” kata Asli.

“Jadi, satu guru itu kan bisa berpengaruh ratusan bahkan bisa ribuan ke generasi yang berikutnya. Mereka harus memposisikan dirinya sesuai dengan profesinya,” tegas Asli lagi.

Berbagi pengalaman sebagai salah satu fasilitator EPP, Sotinsia Desi Lastsari mengakui bahwa paradigma pendidikan yang dirangkum dalam pelatihan merupakan sesi yang paling berkesan bagi dirinya.

“Sebelum memasuki sebuah pelatihan, kami ini disamakan dulu persepsinya, dibuka dulu mindset kami supaya saling menerima,” ujar Desi yang merupakan Kepala Sekolah SDN 007 Samarinda Utara.

Desi juga menilai rangkaian pelatihan EPP memang disusun secara terstruktur dan berkesinambungan sehingga mampu menjawab kebutuhan para pendidik di Samarinda, walaupun mereka berasal dari latar belakang profesi pengajar dengan jenjang pendidikan beragam mulai dari TK/PAUD hingga SMP.

Baca juga: Kemendikbudristek: Kurikulum Merdeka kian diminati satuan pendidikan

Berbagi praktik baik

Rakhmad Syarif dan Hidayat Sapari, fasilitator lain yang juga mengajar di SMPN 4 Samarinda, merasa antusias dengan model pelatihan dalam EPP sebab dapat membawa penerimaan yang baik bagi para murid ketika guru mempraktikkan metode mengajar yang non-konvensional.

“Ketika awal sekali saya terapkan, beberapa siswa itu luar biasa antusiasnya dibandingkan dengan duduk manis, memperhatikan gurunya,” ujar Hidayat yang merupakan Wakil Kepala Sekolah SMPN 4 Samarinda sekaligus guru mata pelajaran biologi.

“Jadi ada aktivitas fisik yang bisa dia (murid) lakukan. Terus dia berbagi juga bagaimana cara memaparkan, bagaimana cara bertanya, ya, pokoknya serulah kalau menurut saya,” imbuh Hidayat.
 

Suasana pembelajaran di SDN 007 Samarinda Utara, Kalimantan Timur, Senin (22/05/2023). ANTARA/Rizka Khaerunnisa/am.
 

Terdapat tiga materi utama yang diberikan PSF kepada guru fasilitator sepanjang pelatihan dan pendampingan, salah satunya yaitu implementasi pembelajaran aktif yang di dalamnya terkait dengan cooperative learning untuk menghadirkan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi murid.

Selain itu, fasilitator dibekali materi mengenai pengimplementasian pembelajaran berdiferensiasi sehingga setiap murid bisa mendapatkan hak untuk belajar secara berkualitas yang disesuaikan dengan minat, kemampuan, dan gaya belajar masing-masing.

Terakhir, pengimplementasian untuk membuat asesmen atau penilaian yang diberikan guru kepada murid. Asesmen ini tidak melulu terkait dengan nilai akademik yang dijabarkan dalam angka-angka, melainkan juga mengutamakan penilaian aspek yang menyeluruh sepanjang proses pembelajaran yang dilalui oleh murid.

Baca juga: Kemendikbudristek perteguh komitmen keberlanjutan Kurikulum Merdeka

Setelah mendapatkan bekal tiga materi pokok itu, ketiga puluh fasilitator ditantang untuk menyebarluaskannya kepada guru-guru lain termasuk guru di lingkungan sekolah yang sama dan guru lain secara lebih luas.

“Teman-teman yang 30 ini, sudah kita berikan modal. Kemudian kita tantang untuk praktik di kelas masing-masing. Setelah praktik, yuk, kita bagikan. Makanya (disebut) berbagi praktik baik,” kata Daenuri.

Asli mengingatkan bahwa guru yang profesional berarti guru yang menyenangkan dan menginspirasi bagi murid-muridnya. Hal ini juga diamini oleh Syarif yang mengajar bahasa Indonesia di SMPN 4 Samarinda.

“Mungkin guru-guru yang berprestasi itu yang banyak sertifikatnya, (tapi) nggak juga sebenarnya. Bagi saya, guru yang berprestasi itu adalah guru yang ditunggu oleh muridnya ketika mengajar,” ujar Syarif.

Program EPP di Samarinda menjadi proyek perdana dan percontohan yang dilakukan oleh PSF sebagai instansi swasta di luar pemerintahan. Pihak PSF pun tidak menutup kemungkinan program tersebut dapat disebarluaskan ke daerah lain walaupun tetap memperhatikan kebutuhan setiap daerah terlebih dahulu.

“Jika EPP itu ternyata yang dibutuhkan (di daerah lain), kenapa tidak. Praktik baik yang dilakukan di Samarinda ini bisa juga menjadi contoh buat nanti di daerah-daerah lain,” ujar Daenuri.

Melalui penyebarluasan praktik baik mengajar berkualitas, maka diharapkan para guru dapat menjadi sosok menyenangkan yang senantiasa dinanti-nantikan muridnya. Dengan begitu, cita-cita Indonesia untuk mencetak generasi muda yang unggul dapat terwujud dengan segera.

Baca juga: Menggugah semangat belajar lewat program Kampus Mengajar

Baca juga: Nadiem yakinkan UNESCO agar Indonesia jadi Dewan Eksekutif

Baca juga: Kurikulum Merdeka mengedepankan aspek inklusifitas


Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2023