Jakarta (ANTARA) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjelaskan soal pemberian sanksi atas keterlambatan fasilitas pemurnian saat rapat rapat kerja (raker) dengan Komisi VII DPR RI, Rabu.

Sanksi itu sesuai dengan Kepmen ESDM Nomor 89 Tahun 2023 tentang Pedoman Pengenaan Denda Administratif Keterlambatan Pembangunan Fasilitas Pemurnian Mineral Logam di Dalam Negeri.

Menteri ESDM Arifin Tasrif saat raker dipantau secara daring, Rabu mengatakan bahwa pembangunan fasilitas pemurnian mineral itu harus diselesaikan pada 10 Juni 2023 sesuai dengan Undang-Undang Minerba Nomor 3 Tahun 2020 pada Pasal 170A.

"Batas penjualan mineral ke luar negeri maksimal 3 tahun, itu dinyatakan dalam Undang-Undang Minerba yang telah diterbitkan. dan kita juga harus me-refer bahwa sebelumnya kebijakan untuk pengolahan pemaksimalan pengolahan dalam negeri sudah ada aturannya dan untuk itu memang sudah dilakukan beberapa kali ada relaksasi," ungkap Arifin.

Baca juga: Menteri ESDM minta konstruksi smelter PTFI di Gresik dipercepat

Hal tersebut juga dipertegas lagi dalam Permen ESDM Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Permen ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

"Bahwa penjualan hasil pengolahan mineral ke luar negeri dalam jumlah tertentu dapat dilakukan paling lama sampai dengan 10 Juni 2023 setelah membayar bea keluar," ujar Arifin.

Selanjutnya, ia mengatakan pelaksanaan hilirisasi itu harus dilaksanakan dengan kontrol yang memadai, mendukung dan dengan pengawasan yang terukur sesuai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.

"Untuk memastikan pembangunan fasilitas pemurnian ini dapat diselesaikan dan memperhatikan adanya pandemi COVID-19 diperlukan adanya payung hukum yang menjadi dasar pemberian kesempatan penjualan hasil pengolahan mineral logam bagi komoditas tertentu serta relaksasi ekspor konsentrat dengan tetap dikenakan sanksi denda atas keterlambatan," tuturnya.

Ia menjelaskan sesuai dengan Kepmen ESDM Nomor 89 Tahun 2023, penambahan waktu ekspor tetap dijalankan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan mengenakan sanksi terhadap badan usaha sebagai berikut.

Baca juga: Pemerintah minta Freeport percepat pembangunan smelter

Pertama, berupa penempatan jaminan kesungguhan sebesar 5 persen dari total penjualan periode 16 Oktober 2019 sampai dengan 11 Januari 2022 dalam bentuk rekening bersama (escrow account).

"Apabila pada 10 Juni 2024 tidak mencapai 90 persen dari target, maka jaminan kesungguhan ini disetorkan kepada kas negara," ujar Arifin.

Kedua, pengenaan denda administratif atas keterlambatan fasilitas pemurnian sebesar 20 persen dari nilai kumulatif penjualan ke luar negeri untuk setiap periode keterlambatan dengan mempertimbangkan dampak pandemi COVID-19.

"Berdasarkan laporan verifikator independen paling lambat disetorkan pada 60 hari sejak Kepmen Nomor 89 Tahun 2023 berlaku, yaitu tanggal 16 Mei 2023," ucap Arifin.

Ketiga, pemegang IUP/IUPK yang melakukan ekspor pada periode perpanjangan akan dikenakan denda yang diatur lebih lanjut oleh Kementerian Keuangan.

Arifin mengungkapkan bahwa berdasarkan verifikasi dari verifikator independen, ada sebanyak lima badan usaha telah memiliki kemajuan pembangunan fasilitas pemurnian konsentrat mineral logam di atas 50 persen, yaitu PT Freeport Indonesia untuk komoditas tembaga, PT Amman Mineral Nusa Tenggara (smelter: PT Amman Mineral Industri) untuk komoditas tembaga.

Kemudian, PT Sebuku Iron Lateritic Ores untuk komoditas besi, PT Kapuas Prima Coal (smelter: PT Kapuas Prima Citra) untuk komoditas timbal, dan PT Kapuas Prima Coal (smelter: PT Kobar Lamandau Mineral) untuk komoditas seng.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2023