Pontianak (ANTARA) - Komnas HAM RI merekomendasikan beberapa hal terkait pencegahan dan penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Kalimantan Barat kepada pemerintah setempat.

"Rekomendasi ini kami sampaikan dari hasil studi lapangan terkait pencegahan dan penanganan TPPO oleh Tim Monitoring Efektivitas Pencegahan dan Penanganan Tim TPPO Komnas HAM saat melakukan kunjungan kerja ke Kota Pontianak dan Kabupaten Sambas, pada 22-26 Mei 2023," kata Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM RI, Putu Elvina di Pontianak, Jumat.

Dia menjelaskan, tim tersebut telah melakukan diskusi terfokus dan berkoordinasi dengan pemangku kepentingan, kelompok masyarakat sipil, dan korban TPPO yang berhasil dilakukan pencegahan pemberangkatan.

"Selain itu, Tim juga melakukan pemantauan lokasi perbatasan Indonesia-Malaysia dan kondisi jalan keluar masuk yang diduga sebagai jalur tikus di sekitar Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Aruk," tuturnya.

Adapun beberapa rekomendasi yang diberikan Komnas HAM I kepada Pemprov Kalbar diantaranya, pemerintah provinsi, kabupaten/kota di Kalimantan Barat agar segera mengidentifikasi dan melakukan intervensi terhadap faktor-faktor pendorong terjadinya TPPO (kemiskinan, pengangguran, tersedianya lapangan pekerjaan, perkawinan anak, kawin kontrak, dan lain sebagainya), terutama bagi masyarakat Kalimantan Barat di perbatasan Indonesia-Malaysia sebagai pelintas melalui jalan tradisional/jalan tikus untuk tujuan bekerja secara non-prosedural.

"Pemprov Kalbar juga harus membuka lapangan kerja dan kesempatan kerja yang sama bagi masyarakat dengan mengedepankan hak-hak para pekerja yang berazaskan hak asasi manusia. Mengoptimalkan fungsi Balai Latihan Kerja (BLK) sebagai sarana peningkatan kapasitas SDM terlatih yang akan bekerja di dalam dan ke luar negeri," katanya.

Selain itu, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat maupun pemerintah kabupaten yang berbatasan langsung dengan Malaysia serta BP2MI untuk meningkatkan koordinasi dan kerja sama antarprovinsi/kabupaten kota asal pekerja. Hal ini dapat didasarkan pada data pemulangan terkait daerah asal untuk lebih mengoptimalkan pencegahan melalui edukasi maupun intervensi terhadap faktor-faktor terjadinya TPPO di daerah asal.

"Selanjutnya, diperlukan adanya evaluasi menyeluruh terhadap implementasi UU TPPO di tingkat Pusat maupun Daerah, serta kelengkapannya (satgas/gugus tugas). Hal ini guna mengidentifikasi hambatan dan praktik baik dalam pencegahan dan penanganan TPPO. Mengefektifkan fungsi dan peran Satgas/Gugus Tugas TPPO di tingkat Provinsi dan kabupaten/kota," kata Elvina.

Pihaknya juga meminta Pemprov Kalbar untuk menyediakan alokasi anggaran yang memadai dalam rangka pencegahan dan penanganan kasus-kasus TPPO di Provinsi Kalimantan Barat.

"Mendorong adanya persamaan persepsi di antara Aparat Penegak Hukum dan penguatan kapasitas SDM melalui pendidikan dan pelatihan gabungan APH termasuk anggota Pengamanan Perbatasan (Pamtas) TNI yang bertugas di perbatasan Indonesia-Malaysia. Serta melakukan penguatan fungsi pencegahan melalui diseminasi dan sosialisasi tentang migrasi yang aman dan bahaya TPPO, penguatan fungsi dan peran Pemerintah Desa dalam pencegahan TPPO," tuturnya.

Elvina menambahkan, pelibatan CSO/NGO lokal yang melakukan advokasi pada isu TPPO dalam program-program pencegahan dan penanganan TPPO juga harus dilakukan.

"Selain itu, perlunya program penguatan dan pendampingan bagi korban TPPO yang diselenggarakan secara sistematis sebagai upaya pemenuhan hak korban sekaligus mendorong proses penegakan hukum terhadap pelaku guna mencegah keberulangan terjadi," kata Elvina.

Baca juga: Komnas HAM nyatakan permasalahan TPPO di NTT masuk kategori darurat
Baca juga: Menteri PPPA dorong pemdes kuatkan gugus tugas cegah TPPO
Baca juga: KemenPPPA: Wulublolong desa di NTT mampu berdayakan kaum perempuan

Pewarta: Rendra Oxtora
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2023