Pesepak bola Timnas Indonesia U-22 Muhammad Ramadhan Sananta berselebrasi usai menjebol gawang Thailand pada pertandingan Final Sepak Bola SEA Games 2023 di National Olympic Stadium, Phnom Penh, Kamboja, Selasa (16/5/2023). Indonesia berhasil meraih medali emas usai mengalahkan Thailand 5-2. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc.

Seabrek masalah

Secara khusus Presiden Joko Widodo menginstruksikan kepada PSSI untuk membangun akademi sepak bola yang lebih banyak di seluruh penjuru negeri.

Kendalanya tentu saja membangun akademi harus dibarengi dengan satu manajerial yang sama dengan klub-klub profesional yang berada di kasta tertinggi liga.

Akademi-akademi yang khusus mendidik para pemain muda harus menjadi cikal bakal yang disiapkan menjadi pemain profesional dengan durasi kontrak yang jelas untuk jangka panjang.

Maka dari itu akademi-akademi harus terafiliasi dengan klub sehingga pihak federasi juga dapat dengan mudah memantau secara berkala setiap perkembangan dari para pemain.

Namun mengafiliasikan akademi tak dapat dengan mudah berjalan, karena klub-klub profesional yang bermain di kasta tertinggi pun memiliki segudang permasalahan yang belum terselesaikan.

Muaranya jelas pada penyelenggaraan liga. Selain kalender liga yang tak menentu jadwal yang tiba-tiba berubah tapi persoalan pelik dari klub terkait dengan pendapatan.

Klub Indonesia masih tergantung dengan pendapatan dari sponsor. Jika panitia liga tiba-tiba menghentikan kompetisi, maka klub pun akan merogoh kocek yang lebih dalam untuk memutar keuangan atau sedikit berharap para sponsor mengerti.

Baca juga: PSSI anggarkan Rp260 miliar untuk kelola organisasi yang sehat

Berkaca sedikit dengan klub di Liga Eropa yang memanfaatkan bisnis agar meraup pendapatan. Klub-klub Eropa selain besaran hadiah juara sudah ditentukan sejak awal oleh penyelenggara namun memperoleh pundi dari hak siar yang hampir merata. Itu belum terhitung dengan pendapatan penjualan tiket atau pun merchandise.

Mengenai standardisasi stadion pun masih dalam hitungan jari yang lolos verifikasi FIFA. Banyak stadion-stadion di Indonesia yang masih belum memiliki manajemen dan tata kelola yang mumpuni untuk mengurus mengenai mitigasi, kapasitas penonton dan standardisasi rumput lapangan.

Selain itu banyak klub yang masih menjadi "musafir" karena tidak dapat memakai home base mereka sendiri disebabkan persoalan perizinan yang tak kunjung usai.

Persoalan membuat klub-klub Indonesia menjadi "berdikari" harus semaksimal mungkin diatasi oleh PSSI. Karena sebelum dapat melakukan kebijakan searah, klub harusnya tak perlu risau memikirkan perut para pemainnya.

Persoalan yang mengakar itu harus ditebang, agar timnas juga dapat menuai hasil di kancah internasional dengan diperkuat pemain-pemain yang dibutuhkan oleh juru taktik.

Pasalnya sering kali terjadi para pemain yang dipanggil di timnas absen karena jadwal penyelenggaraan liga bertabrakan dengan pertandingan timnas sehingga tak memperoleh izin dari sejumlah klub.

Para pemain berlabel timnas di musim lalu masih didapati kebobolan untuk urusan makanan yang harusnya tidak di makan oleh seorang atlet. Harusnya urusan yang tak terlampau krusial semacam itu sudah menjadi pola yang dapat ditanamkan dalam diri pemain sejak di akademi.

Baca juga: Erick Thohir tekankan tiga hal pada Kongres Biasa PSSI 2023

Selanjutnya: Langkah yang disiapkan

Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2023