Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah pemegang saham PT Davomas Abadi Tbk (Davo) mendesak manajemen menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk mengganti jajaran direksi saat ini.

"Atas nama klien kami yang mengusulkan adanya pergantian jajaran direksi Davo, diharapkan dapat dipenuhi dan ditanggapi secara adil dan sesuai hukum," kata penasihat hukum dari beberapa pemegang saham Davomas, Kiki Ganie, dalam siaran pers di Jakarta, Senin.

Kiki yang merupakan Senior Partner dari firma hukum Lubis Ganie Surowidjojo ini menuturkan dengan penggantian direksi seperti disuarakan sebagian pemegang saham diyakini dapat membawa perusahaan ke arah yang lebih baik.

"Klien kami yakin kepentingan para pemegang saham serta pemangku kepentingan Davomas lainnya akan dapat dilayani dengan lebih baik apabila jajaran direksi baru terbentuk," kata Kiki.

Para pemegang saham Davo mencermati bahwa nilai investasi mereka merosot perusahaan gagal bayar (default) atas obligasi atau "guaranteed senior secured notes" senilai 238 juta dolar AS pada tahun 2009.

Ketika itu perdagangan saham Davo di Bursa Efek Indonesia (BEI) sempat dihentikan sementara (suspended), dan perusahaan menjalani proses restrukturisasi utang yang diawasi Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, hingga restrukturisasi selesai pada Desember 2009.

Sesuai dengan restrukturisasi utang tersebut, pertama, obligasi senilai 238 juta dolar AS ditukar dengan "variable rate guaranteed secured bonds" senilai 119 juta, yang merupakan penurunan nilai investasi sebesar 50 persen bagi para pemegang obligasi.

Selanjutnya, pada Maret 2012, perusahaan yang bergerak pada pengolahan cokelat ini kembali mengalami default, yang mengakibatkan adanya utang baru sekitar Rp2,874 triliun pada semester I tahun 2012.

Jumlah utang tersebut dinilai tidak wajar, mengingat bahwa Davo hanya melaporkan pendapatan sebesar Rp1,32 triliun dan kerugian bersih sebesar Rp272 miliar untuk tahun 2011, sebagaimana dilaporkan dalam laporan keuangan Davo telah diaudit untuk periode sampai 31 Desember 2011.

Setelah mengungkapkan utang baru tersebut, Davo kembali menjalani proses restrukturisasi utang yang diawasi oleh Pengadilan Niaga di Indonesia, dan sebagai hasilnya proses restrukturisasi utang kedua diajukan pada bulan Juni 2012.

Menurut Kiki, restrukturisasi ini disetujui oleh perusahaan pemasok, namun sebagian besar pemegang obligasi Davo tidak diberi tahu akan adanya proses restrukturisasi tersebut.

Proses restrukturisasi utang pada Juni 2012 meminta dilakukannya konversi seluruh utang Davo menjadi ekuitas/saham (debt to equity conversion).

Namun proses "debt to equity conversion" memerlukan persetujuan dari RUPS, dan kontroversi lebih lanjut muncul ketika RUPS yang dijadwalkan pada 24 September 2012 dibatalkan karena ketidakjelasan terkait dengan siapa saja yang berhak mewakili pemegang saham mayoritas.

Adapun RUPS berikutnya yang dijadwalkan diselenggarakan pada tanggal 12 Desember 2012 juga dibatalkan tanpa penjelasan dari Davo.

"Peristiwa demi peristiwa yang dihadapi perusahaan telah meyakinkan para pemegang saham bahwa kepentingan mereka akan dilayani secara lebih baik apabila jajaran direksi baru dibentuk untuk mengelola bisnis dan operasi Davo serta melakukan penyelidikan atas proses restrukturisasi utang yang dilakukan sebelumnya," kata Kiki.

Untuk diharapkan lembaga-lembaga pemerintah yang terkait, yaitu Otoritas Jasa Keuangan dan BEI, mampu menengahi dan memastikan bahwa sengketa ini tidak membuat citra Indonesia menjadi negatif di mata investor.

BEI sendiri telah menjatuhkan denda kepada Davo atas pelanggaran aturan bursa dan telah menuntut penjelasan atas beberapa ketidakwajaran yang ditemukan dalam laporan keuangan perusahaan itu.
(R017/M009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013