Jangan selalu menghakimi pengguna narkoba. Pengguna tidak harus dihukum (pidana) tetapi harus direhab. Namun banyak masyarakat maunya mereka dihukum."
Depok (ANTARA News) - Pengamat hukum Universitas Indonesia (UI) Chudry Sitompul mengatakan tersangka kasus narkoba Raffi Ahmad bisa menjadi justice collaborator untuk membongkar kasus tersebut lebih jauh lagi.

"Ini agar bisa terungkap jaringan pengedar narkoba," kata Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Chudry Sitompul saat seminar `Hukuman apakah yang tepat bagi seorang pengguna Narkotika Ditinjau dari Sudut Pandang Akademis di Kampus UI Depok, Selasa.

Menurut dia sebagai pengguna atau korban seharusnya mendapat rehabilitasi. "Rehabilitasi juga merupakan hukuman, kalau dipenjara lagi jadi double hukuman," ujarnya.

Ia mengatakan yang harus dikejar dalam kasus ini adalah para pengedar dan diberikan hukuman yang sesuai dengan hukuman yang berlaku.

"BNN harus ungkap secara transparan kasus ini, agar masyarakat tidak bertanya-tanya," ujarnya.

Ia mengatakan rehabilitasi sudah diatur dalam UU, tinggal bagaimana keberanian penegak hukum mengimplementasikannya. Diingatkan dia, sambil diikuti dengan moral hazard dari penegak hukum. Jangan sampai terjadi jual beli hukuman ini (rehab).

Dikatakannya yang harus dikejar adalah pengedarnya. Bahkan, ancaman hukuman minimal empat tahun bagi pengedar dinilai sangat ringan.

Lebih lanjut ia mengatakan mulanya pengedar narkotik membuat komunitas dan membagikan barang-barang itu. Setelah itu lanjutnya (kecanduan) barulah mereka mulai cari sendiri barang haram tersebut.

Dia setuju dengan pendapat yang mencuat bahwa pengedar harus ditembak mati. Bahkan di Singapura juga dilakukan hal yang sama. "Tapi harus benar-benar terbukti bahwa dia adalah pengedar," kata Ketua Jurusan Praktek Hukum UI itu.

Sementara itu Jaksa dari Kejaksaan Agung Narendra Jatna menambahkan, mulai saat ini masyarakat dan penegak hukum harus merubah pola pikir.

"Jangan selalu menghakimi pengguna narkoba. Pengguna tidak harus dihukum (pidana) tetapi harus direhab. Namun banyak masyarakat maunya mereka dihukum," katanya.

Dosen Luar Biasa FHUI itu mengatakan pola pikir lama itu, membuat pengguna takut mendatangi pusat rehabilitasi secara sukarela, karena takut menjadi pesakitan. (ANT)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013