Sidoarjo (ANTARA News) - Luapan gas bercampur lumpur dan air yang sudah memasuki hari ke-15 di Desa Siring, Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, tidak bisa ditangani, membuat ribuan warga dua desa, yakni Desa Siring dan Jatirejo, mimilih mengungsi. Informasi yang dihimpun ANTARA News, Senin, menyebutkan warga Jatirejo yang mengungsi sekitar 1.000 jiwa dari 216 kepala keluarga (KK), kebanyakan berasal dari RT 10/RW 2, dan RT 11, 12, 13/RW 3. Sedangkan warga Desa Siring yang mengungsi kebanyakan berasal dari RT 7,8, 9, 10/RW 2 dan warga RT 5, 6/RW 1. Ribuan warga dari dua desa itu terpaksa "bedol desa" dan mengungsi ke Pasar Baru Porong (PPB) atau ke rumah sanak keluarganya di luar Porong, karena hingga kini belum ada tanda-tanda penanganan untuk menghentikan titik sumbaran lumpur, yang berada di sekitar pengeboran Banjar Panji (BPJ) 1, milik PT Lapindo Brantas Inc. Padahal, setiap hari lumpur yang disemburkan dari perut bumi itu mencapai 5.000 meter kubik (M3), sehingga luapan lumpur yang ditampung di hektaran lahan sawah bertanggul tersebut, diperkirakan tak lama lagi akan akan jebol (tidak mampu membendung). "Ribuan warga sini (Desa Siring,red) terpaksa bedol desa, karena mereka mengikuti salah satu tokoh, Abah Taat Bukhori mau mengungsi ke lokasi PPB, sehingga warga mau mengikutinya," kata Abah Mursido, warga Siring. Sementara, ribuan jiwa warga Jatirejo ini terpaksa diungsikan ke Pasar Baru Porong (PBP), karena sejuah ini, tidak ada tempat layak lagi sebagai lokasi mengungsi. Sebelumnya, ribuan jiwa juga terpaksa mengungsi, karena bau menyengat dari luapan lumpur membuat ratusan balita, anak-anak dan manula, harus dilarikan ke rumah sakit, karena mengaku sesak dan sulit bernafas ketika mencium bau busuk luapan lumpur. Kasmail, warga Jatirejo mengaku, ratusan KK di desanya terpaksa mengungsi, karena sejak subuh tadi luapan lumpur mulai merembet dan "menenggalamkan" beberapa rumah. Dari data yang diperoleh di lapangan menjelaskan, tidak kurang tujuh rumah warga sudah ditenggelamkan luapan air antara lain rumah warga yang menjadi korban yakni milik Sukibi, Sampun, Agus, Rianto, Juri dan Warno serta Sutikno. "Kami terpaksa menggungsi, meski tidak ada perintah dari pemerintah atau Lapindo. Kalau sudah begini siapa yang tanggungjawab. Setiap hari warga menjadi korban," katanya sambil mengemasi barang miliknya untuk diungsikan. Keterangan warga lainnya, ketinggian air yang masuk ke rumah warga sudah mencapai setengah lutut atau sekitar 20 sentimeter. Meski banyak warga berusaha tenang. Namun, sebagian warga mengaku ketakutan, karena luberan air yang berasal dari rembesan lumpur sudah makin membesar. Apalagi, posisi lumpur dari luapan pengeboran Banjarpanji (BJP) 1 tersebut semakin mendesak ke lokasi pemukiman. Tanggul-tanggul yang selama ini dipersiapkan untuk menahan beban lumpur sudah tidak mampu lagi menahan, terbukti beberapa bagian celah tanggul sudah dirembesi dan diluberi lumpur. Untuk mengurangi rembesan air yang masuk ke perkampungan, ada sebagian warga yang menyedot menggunakan mesin diesel. Namun upaya yang mereka lakukan tidak banyak membantu.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006