Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia (JMI) Islah Bahrawi menegaskan bahwa Pancasila bisa menyelamatkan kemajemukan Indonesia walaupun terdiri atas banyak perbedaan di dalamnya

Karena itu, dia menilai Peringatan Hari Lahir Pancasila menjadi pengingat bagi bangsa Indonesia akan pentingnya Pancasila sebagai falsafah bangsa yang menyatukan semua suku, golongan, dan kepercayaan.

"Kalau kita berkaca ke negara-negara Arab, bisa dikatakan mereka yang terdiri atas satu suku, bahasa, satu hamparan, dan satu daratan, tapi ternyata mereka tidak bisa berhimpun dalam satu negara yang utuh,” kata Islah dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Islah menjelaskan bahwa kecintaan bangsa Indonesia terhadap Pancasila sebagai falsafah negara tidak boleh luntur. Hal itu, menurut dia, perlu diingat karena Pancasila adalah titik awal bersatunya seluruh bangsa Indonesia dengan segala kemajemukan.

Baca juga: JMI: Perlu kesadaran spritual dalam pengelolaan dana kemanusiaan

Oleh karena itu, dia menilai relevansi Pancasila dalam menjawab tantangan berbagai zaman tidak perlu dipertanyakan lagi.

“Tentu saja, Pancasila masih sangat relevan untuk dijadikan sebagai falsafah dasar dan ideologi negara. Dalam Bahasa Belanda adalah ‘grondslag’,” ujarnya.

Baca juga: JMI: Kontrol keluarga lebih diandalkan untuk cegah pemaparan terorisme

Islan mencontohkan negara-negara yang sedang berkonflik seperti di Afrika, Asia Selatan, Timur Tengah atau Amerika Selatan disebabkan tidak punya satu konsep tunggal yang bisa mengikat semua warga negara di negaranya untuk saling menghargai martabat warga negara tanpa harus melihat latar belakang.

Selain itu, dia menyoroti keterlambatan Indonesia dalam menanggulangi masuknya ideologi transnasional. Islah menilai pemerintahan yang lalu cenderung menyepelekan masalah tersebut, bahkan organisasi HTI justru diberikan ruang dan dilegalisasi.

Islah menjelaskan HTI mendeklarasikan berdirinya kelompok mereka pada tahun 2007 di Gelora Bung Karno (GBK).

“Pada masa pemerintahan di bawah presiden sebelumnya, tidak ada yang mau bergerak, padahal gerakan-gerakan kelompok radikal ini sudah terlanjur mendapatkan ruang,” katanya.

Dia mengatakan penanggulangan radikalisme dan ekstremisme, termasuk yang ingin mengganti Pancasila sebagai falsafah Indonesia bukan hanya tugas masyarakat, namun menjadi tugas negara untuk mencerahkan masyarakat dan memberikan penguatan siapa pun yang moderat untuk mau bergerak.

Islah menilai pergerakan yang dibutuhkan mulai dari tataran akar rumput dan utamanya bergerak ke dunia pendidikan karena gerakan-gerakan pengusung khilafah ini bergerak pada tataran akademis.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2023