Namun dengan implementasi EUDR di tahun 2023, produsen biodiesel sawit di Indonesia perlu meningkatkan aspek sustainability dari rantai pasoknya sehingga pangsa pasar bahan baku industri biodiesel di Uni Eropa tidak menurun.
Jakarta (ANTARA) - Produsen biodiesel sawit di Indonesia diminta untuk meningkatkan aspek keberlanjutan dari rantai pasoknya sebagai upaya menghadapi kebijakan Europe Deforestation Regulations (EUDR) yang diterapkan negara-negara Uni Eropa.

Kepala Divisi Perusahaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Achmad Maulizal Sutawijaya mengatakan, peningkatan demand bahan bakar biodiesel di Uni Eropa merupakan peluang bagi kelapa sawit untuk terus melakukan penetrasi pasar ke wilayah tersebut.

"Namun dengan implementasi EUDR di tahun 2023, produsen biodiesel sawit di Indonesia perlu meningkatkan aspek sustainability dari rantai pasoknya sehingga pangsa pasar bahan baku industri biodiesel di Uni Eropa tidak menurun,” kata Mauli di Jakarta, Kamis.

Baca juga: CIPS: Kebijakan EUDR berpotensi diskriminasi petani sawit kecil

Menurut dia, untuk mendukung industri sawit nasional,  akan dilakukan landasan strategi komunikasi untuk wilayah Uni Eropa melalui empat langkah yakni, pertama, Legal actions untuk menyelesaikan permasalahan diskriminasi terkait perdagangan kelapa sawit Indonesia.

Kedua, Bilateral relationships untuk Menjalin hubungan bilateral sebagai upaya persuasif antar negara untuk meredam tren diskriminasi kelapa sawit pada negara-negara Uni Eropa.

Ketiga, Certification untuk menerapkan sertifikasi sustainable yang diakui internasional untuk menembus pasar ekspor.

“Keempat media coverage dengan memanfaatkan channel komunikasi yang paling dipercaya di tiga negara (Jerman, Prancis dan Belgia),” ujar Mauli.

Baca juga: RI tegaskan tolak diskriminasi sawit dalam EUDR di depan NGO Uni Eropa

Menurut analis Kebijakan Ahli Madya Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko) Khadikin sampai saat ini jumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit Indonesia telah sebanyak 2.511 yang tersebar di 26 provinsi.

Kapasitas produksi telah mencapai 84,8 juta ton dengan utilisasi sekitar 55 persen menghasilkan 47 juta ton CPO (minyak sawit mentah).

“Indonesia merupakan negara Penghasil kelapa sawit nomor pertama di Dunia dengan pangsa pasar 55 persen dari Pasar Global,” katanya dalam acara FGD Sawit Berkelanjutan VOL 14, bertajuk "Mengintegrasikan Industri Hulu Hingga Hilir Sawit Berkelanjutan".

Sekitar 60 persen produk minyak sawit Indonesia, lanjutnya, ditujukan untuk pasar ekspor artinya Indonesia berkontribusi terhadap ketersediaan barang konsumsi, pangan, dan energi untuk dunia.

Baca juga: Airlangga temui Parlemen Uni Eropa bahas potensi EUDR bebani petani

Sementara itu diungkapkan Rukaiyah Rafiq dari Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Fortasbi), secara umum penerapan praktik sawit berkelanjutan khususnya bagi petani sawit swadaya bukanlah hal yang mustahil.

Namun prosesnya hingga saat ini masih dihadapkan pada beragam kendala, yang terlihat dari areal kelapa sawit petani sawit swadaya masih sangat minim atau masih sekitar 2 persen dari total lahan perkebunan kelapa sawit nasional.

Saat ini petani sawit swadaya masih terus berjuang dan terus memperluas areal kebun bersertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan International Sustainability & Carbon Certification (ISCC).

Pewarta: Subagyo
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2023